Tampilkan postingan dengan label Setengah Baya. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Setengah Baya. Tampilkan semua postingan

Rabu, 03 Juni 2015

Sampingan Gita

Sampingan Gita

cerita sex

Gìta membuat mantap hatì dan nìatnya sebelum ìa memasukì sesuatu rumah mewah dì depannya, namun ìa mengharapkan tak ada yang melìhatnya memasukì tempat ìtu. Sesampaìnya dì dalam kesangsian kembalì nampak dìhatìnya, “haruskah aku melakukan seluruh ìnì…?” namun ìa terìngat akan segala keperluannya, ìa tak punya uang lagì untuk memenuhìnya.

ayahnya dìtangkap polìsì tuduhan korupsì , seluruh harta orang tuanya dìsìta, ìbunya menìnggal gara-gara stress. Kìnì ìa menjadì mantap, ìa harus melakukan ìnì atau ìa tak lagi punya uang sepeser pun bahkan untuk membelì makanan “carì sìapa ya…?” seorang wanìta setengah baya memapaknya dì depan pìntu.
“anu..maaf…saya…mau carì pekerjaan…” kata gìta. “pekerjaan..?” wanìta ìtu kelìhatan heran dan sedìkìt curìga , ” dìsìnì….?” gìta sedìkìt bìngung harus bìcara apa. “ìya..pekerjaan…sebagaì..emmm.sebagaì…..” gìta berusaha, mencarì kata kata yg tepat “kamu tahu ìnì tempat apa….?” kata wanìta ìtu bernada menyelìdìk ” ya..saya tahu….” gìta membuat ganguank “pernah melakukan ìnì yg terlebih dahulu..?” tanya wanìta ìtu gìta menggelengkan kepala “hmmm..kamu masìh kulìah…..?” “ìya…..tapì saya….” “butuh uang…..standar lah dìsìnì…” kata wanìta ìtu memotong “nama kamu sìapa…?” tanya wanìta ìtu sambìl melambaì memanggìl seseorang “gìta…tante…..” seorang wanìta muda berpakaìan amat sexy datang mendekat “nah..gìta…..kamu tahu kan apa kerjaan dì pantì pìjat..? setìap dapat klìen kamu dìbayar seratus rìbu, kalo mereka mau dìpìjat bugìl ada tambahan bìaya…..” panjang lebar wanìta ìtu memberi penjelasan tentang upah gìta selama ìa bekerja dìtempat ìtu.

sesudah gìta menyetujuìnya ìa menyuruh wanìta muda tadì untuk membawa gìta, “susan, coba kamu bawa gìta berkelìlìng ” sambìl berkelìlìng memperlìhatkan fasìlìtas pantì pìjat ìtu, susan juga mengìngatkan jìka terkadang-kadang ada klìen yg permìntaannya aneh aneh, bahkan sampaì bondage.
mendengar cerìta susan, gìta kembalì ragu, namun ìa sudah terlanjur masuk ìa mempunyai tekad akan menjalanì seluruh ìnì. gìta sesungguhnya gadìs yg cukup cantìk , meskì nasìbnya tak seìndah mukanya, mukanya yg “ìnnocence” bikin gemas banyak prìa, rambut sebahu , buah dada 30B, dan pantatnya yg bulat.
sempurna, dengan penampilan seperti itu, bahkan gita lebih terlihat sebagai pelajar sma dibandingkan mahasiswi. gita kemudian dibawa ke sebuah ruangan dimana telah menunggu seorang pria usia 30 tahunan.
“dia pemilik panti pijat ini….namanya oom bob” kata susan. susan kemudian berbicara sejenak dengan bob , lalu meninggalkan gita berduaan disana. “halo…saya bob….panggil saja oom bob….” kata bob sambil mengulurkan tangannya “gita, oom…
” jawab gita menyambut uluran tangan bob. bob tidak segera melepaskan genggaman tangannya, ia menatap gita bagai sedang menaksir sebuah karya seni.
“ok kalau begitu…” katanya kemudian sambil melepaskan jabatan tangannya. bob kemudian melepaskan satu persatu pakaiannya, sehingga ia telanjang bulat, penisnya kelihattan cukup besar, setidaknya membuat gita agak tercekat.

“nah gita..coba urut punya oom……”kata bob. gita perlahan mendekat dan berlutut d antara kaki oom bob, kedua tangannya menggenggam penis bob, dan dengan gerakan yang teratur ia mulai memijit penis bob, naik turun. Bob terlihat tersenyum dan puas dengan pijitan gita,
“coba pake mulut …..” perintahnya gita dengan patuh memasukkan penis itu ke dalam mulutnya, dan menyusuri penis tersebut maju mundur dengan bibirnya, suara geraman dan kocokan berirama mengiri semua nya. “uughh…you are….uughhh….” bob menggeram sambil meremas rambut gita sampai acak acakan.
gita terus melakukan oral dengan santai, ia sering melakukannya dengan mantan pacarnya dulu. sampai beberapa lama akhirnya , penis oom bob menyemburkan cairannya, oom bob menahan kepala gita agar seluruh spermanya tertelan oleh gadis itu. “hahahah..bagus..bagus…kamu berbakat juga ternyata…….hahahaha…kamu diterima……” kata oom bob senang. gita masih berlutut dilantai dan tertunduk malu, kini sudah tak mungkin lagi untuk kembali.
Sabtu malam adalah malam pertama gita menjalani pekerjaanya sebagai massage girl. “anak anak….pak burhan sudah datang….” kata tante mirna sambil mengantar seseorang yg wajahnya sepertinya gita kenal, pak burhan adalah salah seorang pejabat pemerintah, dan wajahnya sering muncul di televisi menyuarakan gerakan moral , sangat bertolak belakang dengan apa yg dia lakukan sekarang. sebagai pelanggan tetap tempat itu, mata pak burhan langsung menangkap barang baru di tempat itu.
tak mempedulikan godaan para perempuan lain , ia mendekati gita.
“hai…gadis manis….kamu siapa….?” tanya pak burhan…. “ehh..gita ..ehh..oom….”jawab gita “baru ya disini…..” tanya pak burhan “ini emang hari pertamanya dia oom…
” susan yg menjawab ditimpali dengan anggukan kepala gita.
“ooh…..bagus..ayo…..langsung ke dalam…oom udah pegel pegel nih…” kata pak burhan sambil menarik tangan gita masuk ke sebuah kamar. gita sedikit senang dan gugup menghadapi pelanggan pertamanya.

“oom mau mandi dulu..?” tanya gita “ga usah…langsung aja….
“kata pak burhan sambil melepaskn seluruh pakaiannya, sementara gita merapikan tempat tidur dan baby oil.
“loo..kok bajunya ga dibuka…” kata pak burhan ketika melihat gita berdiri di sisi ranjang masih berpakaian lengkap.
“oom bukain ya…” kata pak burhan sambil membuka satu persatu kancing baju gita, dan melemparkan
jatuh blouse gita, sambil melepas bra gita , pak burhan menyempatkan meremas sejenak buah dada gita yg menggiurkan itu, barulah ia kemudian melepas rok dan dalamn gita, sehingga gita pun kini tealnjang bulat.
pak burhan lalu berbarin telungkup di ranjang , dan gita mulai melakukan pemijatan. saat gita meratakan baby oil di punggung pak burhan dan memijat, pak burhan dengan santai mengajaknya mengobrol banyak hal, sehingga suasananya cukup cair., pak burhan tak henti henti memuji pijatan dan sentuhan gita. kemudian pak burhan membalikkan badan, penisnya tegak tegang perkasa.
“pijat refleksinya dong ….” kata pak burhan sambil tersenyum, gita mengerti maksudnya. giat mulai memijat mijat penis pak burhan, sementara pak burhan aktif meremas remas buah dada gita, gita memijat, dan mengocok makin kuat saat rangsangan di buah dadanya membuatnya semakin terbang melayang.

gita kemudian menggantikan tangan dengan mulutnya, penis besar pak burhan kini memenuhi mulutnya, dengan mulutnya ia menghisap dan bergerak naik turun menyusuri panjang penis itu. “uagghhhh..gila….hebat kamu……” kaya pak burhan terlihat puas gita terus mengocok, mengulum , dan menjilat penis itu sehingga membuat pak burhan semakin terbuai oleh kenikmatan.
tak butuh waktu lama sampai penis itu semakin mengang dan mengejang dan akhirnya menyemburkan seluruh isinya, gita membersihkan sisa sisa sperma dengan menjilatinya, membuat pak burhan semakin tertawa puas, ia pun memberi tip yang cukup besar. malam pertama gita , ia harus melayani 6 orang tamu, namun hasil yg didapatkan cukup lumayan, ia tak akan menyesali keputusannya terjun ke dunia seperti ini.
malam minggu berikutnya, tante mirna menyuruh gita untuk memakai seragam sma, karena ada pelanggan yg menginginkan dipijat oleh gadis sma. dengan wajah polos gita, tak sulit bagi gita untuk menjelma menjadi gadis sma. malam itu gita memakai kemaja putih sma ketat dengan dua kancing atasnya dibuka, dan rok abu abu pendek, dibaliknya ia tak memakai apa apa lagi.
pukul 9 malam, pelanggan itu tiba, dan langsung terpana melihat kecantikan dan kemolekan gita yang terbalut seragam sma. pelanggan yang dimaksud ternyata adalah pak chandra, ia adalah salah seroang konglomerat papan atas indonesia, beberapa hari lalu ia baru lolos dari tuduhan korupsi , maka hari ini ia ingin merayakannya.

“halo..saya chandra…..kamu pasti gita..?”
“betul oom….
” ‘yukk….” pak chandra tak sabar membawa gita ke kamar.
“oom…mau mandi dulu……
” tanya gita “iya..tapi kamu lihat ya….
” kata pak chandra sambil mencolek buah dada gita.
pak chandra pun mandi dengan pintu terbuka agar gita bisa melihatnya, dan ia meminta gita selagi ia mandi, gita harus melakukan rangsangan sendiri. dan begitulah, sambil pak chandra di kamar mandi, gita mengelus ngelus pahanya sendiri sampai ke pangkal paha, menyibakan rok pendeknya, kemudian tangannya meremas remas buah dadanya sendiri sambil mengerang dan merintih.. “aahhhhh…awww,,,aauuhhh……..ahhhhhhhh…..
” ia membuka satu persatu kancing bajunya , memperlihatkan buah dadanya , meremasnya kembali dan memainkan putingnya.
“oooooh……..aaaahhhhh…ooouuhhhhh……awwww…….
” entah karena ia terangsang atau menjiwai , ia tak menyadari pak chandra mendekatinya, ia baru menyadari saat penis pak chandra sudah ada di depan mulutnya, tanpa membuang waktu sedetik pun , penis tersebut telah masuk ke mulut gita.

gita mulai memaju mundurkan kepalanya, memberikan sensasi kenikmatan pada penis pak chandra. gita memainkan jurus jilatan dan hisapan mautnya , sampai akhirnya sperma pak chandra menyembur masuk ke mulutnya….
‘huhuhu..bagus..bagus…
” kata pak chandra pak chandra kemudian menerkam dan menindih tubuh gita, buah dada gadis itu diremas dan disedot sedotnya bagai bayi, membuat gita mengerang dan merintih…
“oooooh….oom……pelan….oom…….ahhhhhhhh..awhhhhh….
” pak chandra kemudian menyusuri lekuk lekuk tubuh gita dengan lidahnya, menimbulkan sensasi geli dan birahi pada gita.
“ooh….hihii..awahhh..geliii..aww…..oom….ahhh….oom…….
” gita semakin menggelinjang tak karuan saat sapuan lidah pak chandra mencapai klitorisnya, birahinya kini sudah hampir mencapai puncaknya.
puas menjilati dan meng “obok obok” tubuh gita , pak burhan menyuruh gita untuk bersiap dlm posisi doggy style.
setelah bersiap pada posisinya, dengan lembut dan perlahan pak chandra mulai memasukan penisnya, dan mendorongnya perlahan, namun kian lama kian cepat. sambil menggenjot gita, tangan pak chandra tidak menganggur, buah dada gita yg menggantung ia remas remas, bebrapa kali pantat gita ia pukul sampai memerah.

“aww…oom…….uuhhhh…pe…aahh..lan…….dong…ahhhhh…” setiap sodokan pak chandra membuat gita semakin dekat pada orgasme, ia membenamkan wajahnya di bantal menahan suara rintihan dan erangan kenikmatan dari mulutnya.
“uughh…..gita…uughhh..kamu….hebat….ahhh….
” geram pak chandra keduanya menggeram dan mengerang menambah erotis suasana ruangan itu, smpai akhirnya keduanya bersamaan mencapai orgasme….
“aaaaaaaahhhhhh….aahhhhhhh…” gita berteriak panjang lengan dan lutut gita melemah membuatnya ambruk di kasur dengan tubuh pak chandra diatasnya, dengan penis masih menancap, malam itu mereka akhiri dengan mandi bersama, di kamar mandi pak chandra masih sempat menyetubuhi gita dengan posisi berdiri, membuat seluruh tenaga gita habis malam itu.
tips dari pak chandra adalah yg paling besar dari semua tips yg ia terima, hal yg layak ia terima mengngat ia harus bekerja sangat keras, untunglah tante mirna mengerti keadaanya dan menyuruh gita beristirahat dan tidak menerima tamu dulu.

pak chandra dan pak burhan menjadi langganan tetap gita disana, mereka berdua tak mau dilayani siapapun kecuali gita. sampai pada akhirnya pak burhan ingin memiliki gita hanya untuk miliknya, ia menebus gita dari tante mirna , dan menjadikan gita sebagai simpanannya sampai sekarang. hal itu menjadi berkah tersendiri bagi gita, kini ia tak lagi khawatir akan kehabisan uang , rumah dan mobil pun kini ia punya, meski jauh dalam hatinya ia berharap ia bisa hidup normal dan menjalani kehidupan bekeluarga seperti halnya orang lain…..hanya saja…entah kapan.

Selasa, 02 Juni 2015

Om Suamiku Yang Gagah

Om Suamiku Yang Gagah

cerita sex

Aku baru menikah, karena suamiku belum punya rumah, kamu numpang di rumah om nya yang duda tanpa anak dan tinggal sendiri. Sebagai pengantin baru, tentunya aku dan suamiku lebih sering menghabiskan waktu di kamar. Sayangnya suamiku tidak perkasa kalo di ranjang. Sering ditengah permainan, saat aku sedang nikmat2nya suamiku keok duluan. Suatu sore, sepulang dari kantor, om lupa membawa kunci rumah.

Dia rupanya mengetuk pintu cukup lama tetapi aku tidak mendengarnya karena aku sedang di kamar mandi. Ketika keluar dari kamar mandi, baru samar-samar aku mendengar ketukan pintu. Siapa, pikirku sambil segera mengenakan kimono dari bahan handuk yang pendek, sekitar 15 cm diatas lutut. Aku membukakan pintu. Om ternganga melihat kondisi aku yang baru selesai mandi. Tinggiku sekitar 167 cm. Rambutku tergerai sebahu. 
Wajah ku cantik dengan bentuk mata, alis, hidung, dan bibir yang indah, itu kata suamiku lo. 
Karena kimonoku pendek, maka paha dan betis ku tampak dengan jelas.. Kulitku kelihatan licin, dihiasi oleh rambut-rambut halus yang pendek. Pinggulku besar melebar. Pinggangku kelihatan ramping. Sementara kimono yang menutupi dadaku belum sempat kuikat secara sempurna, menyebabkan belahan toketku yang montok itu menyembul di belahan baju, pentilku membayang di kimonoku.

Aku belum sempat mengenakan bra. Leherku jenjang dengan beberapa helai rambut terjuntai. Sementara bau harum sabun mandi terpancar dari tubuhku. Dari samping toketku begitu menonjol dari balik kimonoku. Om berjalan mengikutiku menuju ruang makan. Pasti dia memperhatikan gerak tubuhku dari belakang. Pinggulku yang besar itu meliuk ke kiri-kanan mengimbangi langkah-langkah kakiku.
“Sori Sin, om lupa bawa kunci. Kamu terganggu mandinya ya”, katanya. “Udah selesai kok om”, jawabku. Dia duduk di meja makan. Aku mengambilkan teh untuknya dan kemudian masuk ke kamar. Tak lama kemudian aku keluar hanya mengenakan daster tipis berbahan licin, tonjolan toketku membusung. Aku tidak mengenakan bra, sehingga kedua pentilku tampak jelas sekali tercetak di dasterku.

Aku mengambil toples berisi kue dari lemari makan. Pada posisi membelakanginya, pasti dia menatap tubuhku dari belakang. Kita ngobrol ngalor ngidul soal macem2. Dia menatapku dari dekat tanpa rasa risih. Aku tidak menyadari bahwa belahan daster di dadaku mempertontonkan toketku yang montok kala agak merunduk. Akhirnya pembicaraan menyerempet soal sex. “Sin, kamu gak puas ya sama suami kamu”, kataku to the point.
Aku tertunduk malu, mukaku semu kemerahan. “Kok om tau sih”, jawabku lirih. “Om kan pernah denger kamu melenguh awalnya, cuma akhirnya mengeluh. Suami kamu cepet ngecretnya ya”, katanya lagi. “Iya om, cepet banget keluarnya. Sintia baru mulai ngerasa enak, dia udah keluar. Kesel deh jadinya, kaya Sintia cuma jadi pemuas napsunya aja”, aku mulai curhat. Dia hanya mendengarkan curhatanku saja. “Om, mandi dulu deh, udah waktunya makan. Sintia nyiapin makan dulu ya”, kataku mengakhiri pembicaraan seru. “Kirain Sintia nawarin mau mandiin”, godanya. “Ih si om, genit”, jawabku tersipu. “Kalo Sintia mau, om gak keberatan lo”, jawabnya lagi.
Aku tidak menjawab hanya berlalu ke dapur, menyiapkan makan. Sementara itu dia masuk kamarnya dan mandi. Selesai mandi, dia hanya memakai celana pendek dan kaos. Kelihatannya dia tidak mengenakan CD karena kontolnya yang ternyata ngaceng berat kelihatan jelas tercetak di celana pendeknya. Aku diam saja melihat ngacengnya kontolnya dari luar celana pendeknya. Rupanya om terangsang ketika ngobrol seru sebelum dia mandi itu. Ketika makan malem, kita ngobrol soal yang lain, aku berusaha tidak mengarahkan pembicaraan kearah yang tadi. Tetapi om masih diabawah pengaruh napsu berahinya. Dia menatapku dengan pandangan yang seakan2 mau menelanjangiku.

Selesai makan, aku membereskan piring dan gelas. Sekembalinya dari dapur, aku terpeleset sehingga terjatuh. Rupanya ada air yang tumpah ketika aku membawa peralatan makan ke dapur. Betis kanan ku membentur rak kayu.
“Aduh”, aku mengerang kesakitan. Dia segera menolongnya. Punggung dan pinggulku diraihnya. Dia membopong ku kekamarku. Dia meletakkan aku di ranjang. Belahan dasterku terbuka lebih lebar sehingga dia dapat dengan leluasa melihat kemontokan toketku.
Aku berusaha meraih betisku yang terbentur rak tadi. Kulihat bekas benturan tadi membuat sedikit memar di betis ku. Dia pun berusaha membantuku. Diraihnya betisku seraya diraba dan diurut bagian betis yang memar tersebut.
“Pelan om, sakit”, erangku lagi. Sambil terus memijit betisku, dia memandang wajahku. Mataku akhirnya terpejam. Nafasku jadi teratur. Aku sudah tertidur. Mungkin karena lelah seharian membereskan rumah.
Mendadak aku terbangun karena om membuka dasterku. “Om, Sintia mau diapain”, kataku lirih. Dia terkejut dan segera menghentikan aksinya. Dia memandangi tubuh mulusku tanpa daster yang menghalanginya. Tubuh molekku sungguh membangkitkan birahi. toket yang besar membusung, pinggang yang ramping, dan pinggul yang besar melebar. pentilku berdiri tegak.

Rupanya selama aku tertidur, dia menggerayangi sekujur tubuhku sehingga naspunya tak terbendung lagi. Dia sudah bertelanjang bulat. Aku terkejut melihat kontolnya yang begitu besar dan panjang (dibandingkan dengan kontol suamiku) dalam keadaan sangat tegang. Napsuku bangkit juga melihat kontolnya, timbul hasratku untuk merasakan bagaimana nikmatnya kalo kontol besar itu menggesek keluar masuk nonokku.
“Sin, om mau ngasi kenikmatan sama kamu, mau enggak”, katanya perlahan sambil mencium toket ku yang montok.
Aku diam saja, mataku terpejam. Dia mengendus-endus kedua toketku yang berbau harum sambil sesekali mengecupkan bibir dan menjilatkan lidahnya. pentil toket kananku dilahap ke dalam mulutnya. Badanku sedikit tersentak ketika pentil itu digencet perlahan dengan menggunakan lidah dan gigi atasnya. “Om…”, rintihku, tindakannya membangkitkan napsuku juga.
Aku menjadi sangat ingin merasakan kenikmatan dientot, sehingga aku diam saja membiarkan dia menjelajahi tubuhku. Disedot-sedotnya pentil toketku secara berirama. Mula-mula lemah, lama-lama agak diperkuat sedotannya. Diperbesar daerah lahapan bibirnya. Kini pentil dan toket sekitarnya yang berwarna kecoklatan itu semua masuk ke dalam mulutnya. Kembali disedotnya daerah tersebut dari lemah-lembut menjadi agak kuat. Mimik wajahku tampak sedikit berubah, seolah menahan suatu kenikmatan.
Kedua toketku yang harum itu diciumi dan disedot-sedot secara berirama. Sambil terus menggumuli toketku dengan bibir, lidah, dan wajahnya, dia terus menggesek-gesekkan kontol di kulit pahaku yang halus dan licin. Dibenamkannya wajahnya di antara kedua belah gumpalan dada ku. Perlahan-lahan dia bergerak ke arah bawah. Digesek-gesekkan wajahnya di lekukan tubuhku yang merupakan batas antara gumpalan toket dan kulit perutku. Kiri dan kanan diciumi dan dijilatinya secara bergantian.

Kecupan-kecupan bibir, jilatan-jilatan lidah, dan endusan-endusan hidungnya pun beralih ke perut dan pinggangku. Sementara gesekan-gesekan kepala kontolnya pindah ke betisku. Bibir dan lidahnya menyusuri perut sekeliling pusarku yang putih mulus. Wajahnya bergerak lebih ke bawah. Dengan nafsu yang menggelora dia memeluk pinggulku secara perlahan-lahan.
Kecupannya pun berpindah ke CD tipis yang membungkus pinggulku. Ditelusurinya pertemuan antara kulit perut dan CD, ke arah pangkal paha. Dijilatnya helaian-helaian rambut jembutku yang keluar dari CDku. Lalu diendus dan dijilatnya CD pink itu di bagian belahan bibir nonokku. Aku makin terengah menahan napsuku, sesekali aku melenguh menahan kenikmatan yang kurasakan.
Dia bangkit. Dengan posisi berdiri di atas lutut dikangkanginya tubuhku. kontolnya yang tegang ditempelkan di kulit toketku. Kepala kontol digesek-gesekkan di toketku yang montok itu. Sambil mengocok batangnya dengan tangan kanannya, kepala kontolnya terus digesekkan di toketku, kiri dan kanan. Setelah sekitar dua menit dia melakukan hal itu.
Diraih kedua belah gumpalan toketku yang montok itu. Dia berdiri di atas lutut dengan mengangkangi pinggang ramping ku dengan posisi badan sedikit membungkuk. kontolnya dijepitnya dengan kedua gumpalan toketku. Perlahan-lahan digerakkannya maju-mundur kontolnya di cekikan kedua toket ku. Di kala maju, kepala kontolnya terlihat mencapai pangkal leherku yang jenjang.
Di kala mundur, kepala kontolnya tersembunyi di jepitan toketku. Lama-lama gerak maju-mundur kontolnya bertambah cepat, dan kedua toketku ditekannya semakin keras dengan telapak tangannya agar jepitan di kontolku semakin kuat. Dia pun merem melek menikmati enaknya jepitan toketku. Akupun mendesah-desah tertahan, “Ah… hhh… hhh… ah…”

kontolnya pun mulai melelehkan sedikit cairan. Cairan tersebut membasahi belahan toketku. Gerakan maju-mundur kontolnya di dadaku yang diimbangi dengan tekanan-tekanan dan remasan-remasan tangannya di kedua toketnya, menyebabkan cairan itu menjadi teroles rata di sepanjang belahan dadaku yang menjepit kontolku. Cairan tersebut menjadi pelumas yang memperlancar maju-mundurnya kontolnya di dalam jepitan toketku.
Dengan adanya sedikit cairan dari kontolnya tersebut dia terlihat merasakan keenakan dan kehangatan yang luar biasa pada gesekan-gesekan batang dan kepala kontolnya dengan toketku. “Hih… hhh… … Luar biasa enaknya…,” dia tak kuasa menahan rasa enak yang tak terperi. Nafasku menjadi tidak teratur. Desahan-desahan keluar dari bibirku , yang kadang diseling desahan lewat hidungku, “Ngh… ngh… hhh… heh… eh… ngh…” Desahan-desahanku semakin membuat nafsunya makin memuncak.
Gesekan-gesekan maju-mundurnya kontolnya di jepitan toketku semakin cepat. kontolku semakin tegang dan keras. “Enak sekali, Sin”, erangnya tak tertahankan. Dia menggerakkan kontolnya maju-mundur di jepitan toketku dengan semakin cepat. Alis mataku bergerak naik turun seiring dengan desah-desah perlahan bibirku akibat tekanan-tekanan, remasan-remasan, dan kocokan-kocokan di toketku. Ada sekitar lima menit dia menikmati rasa keenakan luar biasa di jepitan toketku itu.
Toket sebelah kanan dilepas dari telapak tangannya. Tangan kanannya lalu membimbing kontol dan menggesek-gesekkan kepala kontol dengan gerakan memutar di kulit toketku yang halus mulus. Sambil jari-jari tangan kirinya terus meremas toket kiriku, kontolnya digerakkan memutar-mutar menuju ke bawah. Ke arah perut. Dan di sekitar pusarku, kepala kontolnya digesekkan memutar di kulit perutku yang putih mulus, sambil sesekali disodokkan perlahan di lobang pusarku.
Dicopotnya CD minimku. Pinggulku yang melebar itu tidak berpenutup lagi. Kulit perutku yang semula tertutup CD tampak jelas sekali. Licin, putih, dan amat mulus. Di bawah perutku, jembutku yang hitam lebat menutupi daerah sekitar nonokku. Kedua paha mulusku direnggangkannya lebih lebar. Kini hutan lebat di bawah perutku terkuak, mempertontonkan nonokku.

Dia pun mengambil posisi agar kontolnya dapat mencapai nonokku dengan mudahnya. Dengan tangan kanan memegang kontol, kepalanya digesek-gesekkannya ke jembutku. Kepala kontolnya bergerak menyusuri jembut menuju ke nonokku. Digesek-gesekkan kepala kontol ke sekeliling bibir nonokku. Terasa geli dan nikmat. Kepala kontol digesekkan agak ke arah nonokku. Dan menusuk sedikit ke dalam. Lama-lama dinding mulut nonokku menjadi basah. Digetarkan perlahan-lahan kontolnya sambil terus memasuki nonokku.
Kini seluruh kepala kontolnya yang berhelm pink tebenam dalam jepitan mulut nonokku. Kembali dari mulutku keluar desisan kecil karena nikmat tak terperi. Kontolnya semakin tegang. Sementara dinding mulut nonokku terasa semakin basah. Perlahan-lahan kontolnya ditusukkan lebih ke dalam. Kini tinggal separuh kontol yang tersisa di luar. Secara perlahan dimasukkan kontolnya ke dalam nonokku. Terbenam sudah seluruh kontolnya di dalam nonokku. Sekujur kontol sekarang dijepit oleh nonokku .
Secara perlahan-lahan digerakkan keluar-masuk kontolnya ke dalam nonokku. Sewaktu keluar, yang tersisa di dalam nonokku hanya kepalanya saja. Sewaktu masuk seluruh kontol terbenam di dalam nonokku sampai batas pangkalnya. Dia terus memasuk-keluarkan kontolnya ke lobang nonokku. Alis mataku terangkat naik setiap kali kontolnya menusuk masuk nonokku secara perlahan.
Bibir segarku yang sensual sedikit terbuka, sedang gigiku terkatup rapat. Dari mulut sexy ku keluar desis kenikmatan, “Sssh…sssh… hhh… hhh… ssh… sssh…” Dia terus mengocok perlahan-lahan nonokku. Enam menit sudah hal itu berlangsung. Kembali dikocoknya secara perlahan nonokku sampai selama dua menit. Kembali ditariknya kontolnya dari nonokku. Namun tidak seluruhnya, kepala kontol masih dibiarkannya tertanam dalam nonokku. Sementara kontol dikocoknya dengan jari-jari tangan kanannya dengan cepat
Rasa enak itu agaknya kurasakan pula. Aku mendesah-desah akibat sentuhan-sentuhan getar kepala kontolnya pada dinding mulut nonokku, “Sssh… sssh… zzz…ah… ah… hhh…” Tiga menit kemudian dimasukkannya lagi seluruh kontolnya ke dalam nonokku. Dan dikocoknya perlahan. Sampai kira-kira empat menit. Lama-lama dia mempercepat gerakan keluar-masuk kontolnya pada nonokku. Sambil tertahan-tahan, dia mendesis-desis, “Sin… nonokmu luar biasa… nikmatnya…”

Gerakan keluar-masuk secara cepat itu berlangsung sampai sekitar empat menit. Tiba-tiba dicopotnya kontol dari nonokku. Segera dia berdiri dengan lutut mengangkangi tubuhku agar kontolnya mudah mencapai toketku. Kembali diraihnya kedua belah toket montok ku untuk menjepit kontolnya yang berdiri dengan amat gagahnya. Agar kontolnya dapat terjepit dengan enaknya, dia agak merundukkan badannya. Kontol dikocoknya maju-mundur di dalam jepitan toketku.
Cairan nonokku yang membasahi kontolnya kini merupakan pelumas pada gesekan-gesekan kontolnya dan kulit toketku. “Oh…hangatnya… Sssh… nikmatnya…Tubuhmu luarrr biasa…”, dia merintih-rintih keenakan. Akus juga mendesis-desis keenakan, “Sssh.. sssh… sssh…” Gigiku tertutup rapat. Alis mataku bergerak ke atas ke bawah. Dia mempercepat maju-mundurnya kontolnya. Dia memperkuat tekanan pada toketku agar kontolnya terjepit lebih kuat.
Karena basah oleh cairan nonokku, kepala kontolnya tampak amat mengkilat di saat melongok dari jepitan toketku. Leher kontol yang berwarna coklat tua dan helm kontol yang berwarna pink itu menari-nari di jepitan toketku. Semakin dipercepat kocokan kontolnya pada toketku. Tiga menit sudah kocokan hebat kontolnya di toket montok ku berlangsung. Dia makin cepat mengocokkan kontol di kempitan toket indah ku. Akhirnya dia tak kuasa lagi membendung jebolnya tanggul pertahanannya. “Sin..!” pekiknya dengan tidak tertahankan. Matanya membeliak-beliak. Jebollah pertahanannya. Kontolnya menyemburkan peju. Crot! Crot! Crot! Crot!
Pejunya menyemprot dengan derasnya. Sampai empat kali. Kuat sekali semprotannya, sampai menghantam rahangku. Peju tersebut berwarna putih dan kelihatan sangat kental. Dari rahang peju mengalir turun ke arah leherku. Peju yang tersisa di dalam kontolnya pun menyusul keluar dalam tiga semprotan. Cret! Cret! Cret! Kali ini semprotannya lemah.

Semprotan awal hanya sampai pangkal leherku, sedang yang terakhir hanya jatuh di atas belahan toketku. Dia menikmati akhir-akhir kenikmatan. “Luar biasa…Sin, nikmat sekali tubuhmu…,” dia bergumam. “Kok gak dikeluarin di dalem aja om”, kataku lirih. “Gak apa kalo om ngecret didalem Sin”, jawabnya. “Gak apa om, Sintia pengen ngerasain esemprot peju anget.
Tapi Sintia ngerasa nikmat sekali om, belum pernah Sintia ngerasain kenikmatan seperti ini”, kataku lagi. “Ini baru ronde pertama Sin, mau lagi kan ronde kedua”, katanya. “Mau om, tapi ngecretnya didalem ya”, jawabku. “Kok tadi kamu diem aja Sin”, katanya lagi. “Bingung om, tapi nikmat”, jawabku sambil tersenyum. “Engh…” aku menggeliatkan badanku.
Dia segera mengelap kontol dengan tissue yang ada di atas meja, dan memakai celana pendek. Beberapa lembar tissue diambil untuk mengelap peju yang berleleran di rahang, leher, dan toketku. Ada yang tidak dapat dilap, yakni cairan peju yang sudah terlajur jatuh di rambut ku. “Mo kemana om”, tanyaku. “Mo ambil minum dulu”, jawabnya. “Kok celananya dipake, katanya mau ronde kedua”, kataku. Aku sudah pengen dia menggelutiku sekali lagi.
Dia kembali membawa gelas berisi air putih, diberikannya kepada ku yang langsung kutenggak sampe habis. Dia keluar lagi untuk mengisi gelas dengan air dan kembali lagi ke kekamar. Masih tidak puas dia memandangi toket indahku yang terhampar di depan matanya. Dia memandang ke arah pinggangku yang ramping dan pinggulku yang melebar indah.

Terus tatapannya jatuh ke nonokku yang dikelilingi oleh jembut hitam jang lebat. Aku ingin mengulangi permainan tadi, digeluti, didekap kuat. Mengocok nonokku dengan kontolnya dengan irama yang menghentak-hentak kuat. Dan dia dapat menyemprotkan pejunya di dalam nonokku sambil merengkuh kuat-kuat tubuhnya saat aku nyampe. Nafsuku terbakar.
“Sin…,” desahnya penuh nafsu. Bibirnya pun menggeluti bibirku. Bibir sensualku yang menantang itu dilumat-lumat dengan ganasnya. Sementara aku pun tidak mau kalah. Bibirku pun menyerang bibirnya dengan dahsyatnya, seakan tidak mau kedahuluan oleh lumatan bibirnya. Kedua tangannyapun menyusup diantara lenganku. Tubuhku sekarang berada dalam dekapannya. Dia mempererat dekapannya, sementara aku pun mempererat pelukanku pada dirinya.
Kehangatan tubuhnya terasa merembes ke badanku, toketku yang membusung terasa semakin menekan dadanya. Aku meremas-remas kulit punggungnya. Aku mencopot celananya dan merangkul punggungnya lagi. Dia kembali mendekap erat tubuhku sambil melumat kembali bibirku. Dia terus mendekap tubuhku sambil saling melumat bibir. Sementara tangan kami saling meremas-remas kulit punggung. Kehangatan menyertai tubuh bagian depan kami yang saling menempel.
Kini kurasakan toketku yang montok menekan ke dadanya. Dan ketika saling sedikit bergeseran, pentilku seolah-olah menggelitiki dadanya. Kontolnya terasa hangat dan mengeras. Tangan kirinya pun turun ke arah perbatasan pinggang ramping dan pinggul besar ku, menekannya kuat-kuat dari belakang ke arah perutnya. Kontolnya tergencet diantara perut bawahku dan perut bawahnya.

Sementara bibirnya bergerak ke arah leherku, diciumi, dihisap-hisap dengan hidungnya, dan dijilati dengan lidahnya. “Ah… geli… geli…,” desahku sambil menengadahkan kepala, agar seluruh leher sampai daguku terbuka dengan luasnya. Aku pun membusungkan dadaku dan melenturkan pinggangku ke depan. Dengan posisi begitu, walaupun wajahnya dalam keadaan menggeluti leherku, tubuh kami dari dada hingga bawah perut tetap dapat menyatu dengan rapatnya. Tangan kanannya lalu bergerak ke dadaku yang montok, dan meremas-remas toketku dengan perasaan gemas.
Setelah puas menggeluti leherku, wajahnya turun ke arah belahan dadaku. Dia berdiri dengan agak merunduk. Tangan kirinya pun menyusul tangan kanan, yakni bergerak memegangi toket. Digeluti belahan toketku, sementara kedua tangannya meremas-remas kedua belah toketku sambil menekan-nekankannya ke arah wajahnya. Digesek-gesekkan memutar wajahnya di belahan toketku. Bibirnya bergerak ke atas bukit toket sebelah kiri.
Diciuminya bukit toketku, dan dimasukkan pentil toketku ke dalam mulutnya. Kini dia menyedot-sedot pentil toket kiriku. Dimainkan pentilku di dalam mulutnya dengan lidah. Sedotan kadang diperbesar ke puncak bukit toket di sekitar pentil yang berwarna coklat. “Ah… ah… om…geli…,” aku mendesis-desis sambil menggeliatkan tubuh ke kiri-kanan.
Dia memperkuat sedotannya. Sementara tangannya meremas kuat toket sebelah kanan. Kadang remasan diperkuat dan diperkecil menuju puncak, dan diakhiri dengan tekanan-tekanan kecil jari telunjuk dan ibu jarinya pada pentilku. “Om… hhh… geli… geli… enak… enak… ngilu…ngilu…” Dia semakin gemas.

Toketku dimainkan secara bergantian, antara sebelah kiri dan sebelah kanan. Bukit toket kadang disedot sebesar-besarnya dengan tenaga isap sekuat-kuatnya, kadang yang disedot hanya pentilku dan dicepit dengan gigi atas dan lidah. Belahan lain kadang diremas dengan daerah tangkap sebesar-besarnya dengan remasan sekuat-kuatnya, kadang hanya dipijit-pijit dan dipelintir-pelintir kecil pentil yang mencuat gagah di puncaknya. “Ah…om… terus… hzzz… ngilu… ngilu…” aku mendesis-desis keenakan. Mataku kadang terbeliak-beliak. Geliatan tubuhku ke kanan-kiri semakin sering frekuensinya.
Sampai akhirnya aku tidak kuat melayani serangan-serangan awalnya. Jari-jari tangan kananku yang mulus dan lembut menangkap kontolnya yang sudah berdiri dengan gagahnya. “Om.. kontolnya besar ya”, ucapku. Sambil membiarkan mulut, wajah, dan tangannya terus memainkan dan menggeluti kedua belah toketku, jari-jari lentik tangan kananku meremas-remas perlahan kontolnya secara berirama.
Dia merengkuh tubuhku dengan gemasnya. Dikecupnya kembali daerah antara telinga dan leherku. Kadang daun telinga sebelah bawahnya dikulum dalam mulutnya dan dimainkan dengan lidahnya. Kadang ciumannya berpindah ke punggung leherku yang jenjang. Dijilati pangkal helaian rambutku yang terjatuh di kulit leherku. Sementara tangannya mendekap dadaku dengan eratnya.
Telapak dan jari-jari tangannya meremas-remas kedua belah toketku. Remasannya kadang sangat kuat, kadang melemah. Sambil telunjuk dan ibu jari tangan kanannya menggencet dan memelintir perlahan pentil toket kiriku, sementara tangan kirinya meremas kuat bukit toket kananku dan bibirnya menyedot kulit mulus pangkal leherku yang bebau harum, kontolnya digesek-gesekkan dan ditekan-tekankan ke perutku.
Aku pun menggelinjang ke kiri-kanan. “Ah… om… ngilu… terus om… terus… ah… geli… geli…terus… hhh… enak… enaknya… enak…,” aku merintih-rintih sambil terus berusaha menggeliat ke kiri-kanan dengan berirama sejalan dengan permainan tangannya di toketku. Akibatnya pinggulku menggial ke kanan-kiri. “Sin.. enak sekali Sin… sssh… luar biasa… enak sekali…,” diapun mendesis-desis keenakan. “Om keenakan ya? kontol om terasa besar dan keras sekali menekan perut Sintia.

Wow… kontol om terasa hangat di kulit perut Sintia. Tangan om nakal sekali … ngilu,…,” rintihku. “Jangan mainkan hanya pentilnya saja… geli… remas seluruhnya saja…” aku semakin menggelinjang-gelinjang dalam dekapan eratnya. Aku sudah makin liar saja desahannya, aku sangat menikmati gelutannya, lupa bahwa dia ini om suamiku. “Om.. remasannya kuat sekali… Tangan om nakal sekali..Sssh… sssh… ngilu… ngilu…Ak… kontol om … besar sekali… kuat sekali…”
Aku menarik wajahnya mendekat ke wajahku. Bibirku melumat bibirnya dengan ganasnya. Dia pun tidak mau kalah. Dilumatnya bibirku dengan penuh nafsu yang menggelora, sementara tangannya mendekap tubuhku dengan kuatnya. Kulit punggungku yang teraih oleh telapak tangannya diremas-remas dengan gemasnya. Kemudian dia menindihi tubuhku. Kontolnya terjepit di antara pangkal pahaku dan perutnya bagian bawah. Akhirnya dia tidak sabar lagi.
Bibirnya kini berpindah menciumi dagu dan leherku, sementara tangannya membimbing kontolnya untuk mencari nonokku. Diputar-putarkan dulu kepala kontolnya di kelebatan jembut disekitar bibir nonokku. Aku meraih kontolnya yang sudah amat tegang. Pahaku yang mulus itu terbuka agak lebar. “Om kontolnya besar dan keras sekali” kataku sambil mengarahkan kepala kontolnya ke nonokku.
Kepala kontolnya menyentuh bibir nonokku yang sudah basah. Dengan perlahan-lahan dan sambil digetarkan, kontol ditekankan masuk ke kunonok. Kini seluruh kepala kontolnya pun terbenam di dalam nonokku. Dia menghentikan gerak masuk kontolnya.

“Om… teruskan masuk… Sssh… enak… jangan berhenti sampai situ saja…,” aku protes atas tindakannya. Namun dia tidak perduli. Dibiarkan kontolnya hanya masuk ke nonokku hanya sebatas kepalanya saja, namun kontolnya digetarkan dengan amplituda kecil. Sementara bibir dan hidungnya dengan ganasnya menggeluti leherku yang jenjang, lengan tanganku yang harum dan mulus, dan ketiakku yang bersih dari bulu.
Aku menggelinjang-gelinjang dengan tidak karuan. “Sssh… sssh…enak… enak… geli… geli, om. Geli… Terus masuk, om..” Bibirnya mengulum kulit lengan tanganku dengan kuat-kuat. Sementara tenaga dikonsentrasikan pada pinggulnya. Dan… satu… dua… tiga! kontolnya ditusukkan sedalam-dalamnya ke dalam nonokku dengan sangat cepat dan kuat.
Plak! Pangkal pahanya beradu dengan pangkal pahaku yang sedang dalam posisi agak membuka dengan kerasnya. Sementara kontolnya bagaikan diplirid oleh bibir nonokku yang sudah basah dengan kuatnya sampai menimbulkan bunyi: srrrt! “Auwww!” pekikku. Dia diam sesaat, membiarkan kontolnya tertanam seluruhnya di dalam nonokku tanpa bergerak sedikit pun. “Sakit om… ” kataku sambil meremas punggungnya dengan keras. Dia pun mulai menggerakkan kontolnya keluar-masuk nonokku.
Seluruh bagian kontolnya yang masuk nonokku dipijit-pijit dinding lobang nonokku dengan agak kuatnya. “Bagaimana Sin, sakit?” tanyaku. “Sekarang sudah enggak om…ssh… enak sekali… enak sekali… kontol om besar dan panjang sekali… sampai-sampai menyumpal penuh seluruh penjuru nonok Sintia..,” jawabku. Dia terus memompa nonokku dengan kontolnya perlahan-lahan.

Toketku yang menempel di dadanya ikut terpilin-pilin oleh dadanya akibat gerakan memompa tadi. Kedua pentilku yang sudah mengeras seakan-akan mengkilik-kilik dadanya. Kontolnya diiremas-remas dengan berirama oleh otot-otot nonokku sejalan dengan genjotannya tersebut. Sementara setiap kali menusuk masuk kepala kontolnya menyentuh suatu daging hangat di dalam nonokku. Sentuhan tersebut serasa geli-geli nikmat.
Dia mengambil kedua kakiku dan mengangkatnya. Sambil menjaga agar kontolnya tidak tercabut dari nonokku, dia mengambil posisi agak jongkok. Betis kananku ditumpangkan di atas bahunya, sementara betis kiriku didekatkan ke wajahnya. Sambil terus mengocok nonokku perlahan dengan kontolnya, betis kiriku yang amat indah itu diciumi dan dikecupi dengan gemasnya. Setelah puas dengan betis kiri, ganti betis kanannya yang diciumi dan digeluti, sementara betis kiriku ditumpangkan ke atas bahunya.
Begitu hal tersebut dilakukan beberapa kali secara bergantian, sambil mempertahankan gerakan kontolnya maju-mundur perlahan di nonok ku. Setelah puas dengan cara tersebut, dia meletakkan kedua betisku di bahunya, sementara kedua telapak tangannya meraup kedua belah toketku. Masih dengan kocokan kontol perlahan di nonokku, tangannya meremas-remas toket montok ku. Kedua gumpalan daging kenyal itu diremas kuat-kuat secara berirama. Kadang kedua pentilku digencet dan dipelintir-pelintir secara perlahan.
Pentilku semakin mengeras, dan bukit toketku semakin terasa kenyal di telapak tangannya. Aku pun merintih-rintih keenakan. Mataku merem-melek, dan alisku mengimbanginya dengan sedikit gerakan tarikan ke atas dan ke bawah. “Ah… om, geli… geli… … Ngilu om, ngilu… Sssh… sssh… terus om, terus…. kontol om membuat nonok Sintia merasa enak sekali… Nanti jangan dingecretinkan di luar nonok, ya om. Ngecret di dalam saja… ” Dia mulai mempercepat gerakan masuk-keluar kontolnya di nonokku. “Ah-ah-ah… bener, om. Bener… yang cepat…Terus om, terus… ” Dia bagaikan diberi spirit oleh rintihan-rintihanku.

Tenaganya menjadi berlipat ganda. Ditingkatkan kecepatan keluar-masuk kontolnya di nonokku. Terus dan terus. Seluruh bagian kontolnya diremas-remas dengan cepatnya oleh nonokku. Aku menjadi merem-melek. Begitu juga dirinya, dia pun merem-melek dan mendesis-desis karena merasa keenakan yang luar biasa.
“Sssh… sssh… Sin… enak sekali… enak sekali nonokmu… enak sekali nonokmu…”
“Ya om, Sintia juga merasa enak sekali… terusss…terus om, terusss…” Dia meningkatkan lagi kecepatan keluar-masuk kontolnya pada nonokku.
“Om… sssh… sssh… Terus… terus… Sintia hampir nyampe…sedikit lagi… sama-sama ya om…,” aku jadi mengoceh tanpa kendali. Dia mengayuh terus. Sementara itu nonokku berdenyut dengan hebatnya. “Om… Ah-ah-ah-ah-ah… Mau keluar om… mau keluar..ah-ah-ah-ah-ah… sekarang ke-ke-ke…
” Tiba-tiba kontolnya dijepit oleh dinding nonok ku dengan sangat kuatnya. Di dalam nonokku, kontolnya disemprot oleh cairan yang keluar dari nonokku dengan cukup derasnya.
Dan aku meremas lengan tangannya dengan sangat kuatnya. Aku pun berteriak tanpa kendali: “…keluarrr…!” Mataku membeliak-beliak. Sekejap tubuh kurasakan mengejang.

Dia pun menghentikan genjotannya. Kontolnya yang tegang luar biasa dibiarkan tertanam dalam nonokku. Aku memejam beberapa saat dalam menikmati puncak. Setelah sekitar satu menit berlangsung, remasan tanganku pada lengannya perlahan-lahan mengendur. Kelopak mataku pun membuka, memandangi wajahnya. Sementara jepitan dinding nonokku pada kontolnya berangsur-angsur melemah, walaupun kontolnya masih tegang dan keras. Kedua kakiku lalu diletakkan kembali di atas ranjang dengan posisi agak membuka. Dia kembali menindih tubuh telanjangku dengan mempertahankan agar kontolnya yang tertanam di dalam nonokku tidak tercabut.
“Om… luar biasa… rasanya seperti ke langit ke tujuh,” kataku dengan mimik wajah penuh kepuasan. Kontolnya masih tegang di dalam nonokku. Kontolnya masih besar dan keras. Dia kembali mendekap tubuhku. Kontolnya mulai bergerak keluar-masuk lagi di nonokku, namun masih dengan gerakan perlahan. Dinding nonokku secara berangsur-angsur terasa mulai meremas-remas kontolnya.
Namun sekarang gerakan kontolnya lebih lancar dibandingkan dengan tadi. Pasti karena adanya cairan yang disemprotkan oleh nonokku beberapa saat yang lalu. “Ahhh…om… langsung mulai lagi… Sekarang giliran om.. semprotkan peju om di nonok Sintia.. Sssh…,” aku mulai mendesis-desis lagi. Bibirnya mulai memagut bibirku dan melumat-lumatnya dengan gemasnya.

Sementara tangan kirinya ikut menyangga berat badannya, tangan kanannya meremas-remas toket ku serta memijit-mijit pentilnya, sesuai dengan irama gerak maju-mundur kontolnya di nonokku. “Sssh… sssh… sssh… enak om, enak… Terus…teruss… terusss…,” desisku. Sambil kembali melumat bibirku dengan kuatnya, dia mempercepat genjotan kontolnya di nonokku. Pengaruh adanya cairan di dalam nonokku, keluar-masuknya kontol pun diiringi oleh suara, “srrt-srret srrrt-srrret srrt-srret…” Aku tidak henti-hentinya merintih kenikmatan, “Om… ah… ”
Kontolnya semakin tegang. Dilepaskannya tangan kanannya dari toketku. Kedua tangannya kini dari ketiak ku menyusup ke bawah dan memeluk punggungku. Akupun memeluk punggungnya dan mengusap-usapnya. Dia pun memulai serangan dahsyatnya. Keluar-masuknya kontolnya ke dalam nonok ku sekarang berlangsung dengan cepat dan bertenaga.
Setiap kali masuk, kontol dihunjamkan keras-keras agar menusuk nonokku sedalam-dalamnya. Kontolnya bagai diremas dan dihentakkan kuat-kuat oleh dinding nonokku. Sampai di langkah terdalam, aku membeliak sambil mengeluarkan seruan tertahan, “Ak!” Sementara daging pangkal pahanya bagaikan menampar daging pangkal pahaku sampai berbunyi: plak! Di saat bergerak keluar nonokku, kontolnya dijaga agar kepalanya tetap tertanam di nonokku.

Remasan dinding nonokku pada kontolnya pada gerak keluar ini sedikit lebih lemah dibanding dengan gerak masuknya. Bibir nonokku yang mengulum kontolnya pun sedikit ikut tertarik keluar. Pada gerak keluar ini aku mendesah, “Hhh…” Dia terus menggenjot nonokku dengan gerakan cepat dan menghentak-hentak. Aku meremas punggungnya kuat-kuat di saat kontol dihunjam masuk sejauh-jauhnya ke nonokku.
Beradunya daging pangkal paha menimbulkan suara: Plak! Plak! Plak! Plak! Pergeseran antara kontolnya dan nonokku menimbulkan bunyi srottt-srrrt… srottt-srrrt… srottt-srrrt… Kedua nada tersebut diperdahsyat oleh pekikan-pekikan kecilku: “Ak! Hhh… Ak! Hhh… Ak! Hhh…” “Sin… Enak sekali Sin… nonokmu enak sekali… nonokmu hangat sekali… jepitan nonokmu enak sekali…” “Om… terus om…,” rintihku, “enak om… enaaak… Ak! Hhh…” Diapun mengocokkan kontolnya ke nonokku dengan semakin cepat dan kerasnya.
Setiap masuk ke dalam, kontolnya berusaha menusuk lebih dalam lagi dan lebih cepat lagi dibandingkan langkah masuk sebelumnya. “Sin… aku… aku…” Karena menahan rasa nikmat yang luar biasa dia tidak mampu menyelesaikan ucapannya yang memang sudah terbata-bata itu. “Om, Ines… mau nyampe lagi… Ak-ak-ak… aku nyam…”

Tiba-tiba kontolnya mengejang dan berdenyut dengan amat dahsyatnya. Dia tidak mampu lagi menahan lebih lama lagi. Namun pada saat itu juga tiba-tiba dinding nonok ku mencekik kuat sekali. Dengan cekikan yang kuat dan enak sekali itu, dia tidak mampu lagi menahan jebolnya bendungan pejunya.
Pruttt! Pruttt! Pruttt! Kepala kontolnya disemprot cairan nonokku, bersamaan dengan pekikanku, “…nyampee…!” Tubuhku mengejang dengan mata membeliak-beliak. “Sin…!” dia melenguh keras-keras sambil merengkuh tubuhku sekuat-kuatnya. Wajahnya dibenamkan kuat-kuat di leherku yang jenjang. Pejunya pun tak terbendung lagi. Crottt! Crottt! Crottt! Pejunya menyembur dengan derasnya, menyemprot dinding nonokku yang terdalam. Kontolnya yang terbenam semua di dalam nonokku terasa berdenyut-denyut.

Beberapa saat lamanya kami terdiam dalam keadaan berpelukan erat sekali. Dia menghabiskan sisa-sisa peju dalam kontolnya. Cret! Cret! Cret! kontolnya menyemprotkan lagi peju yang masih tersisa ke dalam nonokku. Kali ini semprotannya lebih lemah. Perlahan-lahan baik tubuhku maupun tubuhnya tidak mengejang lagi. Dia menciumi leher mulusku dengan lembutnya, sementara aku mengusap-usap punggungnya dan mengelus-elus rambutnya. Aku merasa puas sekali dientot om

Senin, 01 Juni 2015

Ibu Mayang Yang Selalu Membuatku Mabuk Kepayang

Ibu Mayang Yang Selalu Membuatku Mabuk Kepayang

ceria sex

Aku punya tetangga bernama ibu Mayang. Umurnya sekitar 45 tahunan. Ia seorang Ibu Rumah Tangga dengan 3 orang anak yang sudah beranjak dewasa semua. wajahnya biasa saja, hanya sedap dipandang mata (kaya lagunya Ahmad Albar dkk). Tubuhnya gemuk tidak kurus pun enggak. Montok dan sekel. Sedangkan kulitnya kuning langsat, Rambutnya agak ikal sebahu lewat dan bibirnya agak lebar tapi tidak terlalu tebal.

Yang paling kusenangi adalah payudaranya sangat menggoda. Anak pertamanya laki-laki, seorang tentara dan berdinas diluar pulau jawa. Yang kedua perempuan bekerja sebagai seorang Pengawas Mutu (QC) di sebuah pabrik di kota Bekasi. Yang bungsu sedang menempuh semester 4 di salah satu perguruan tinggi di Negeri di Jakarta. Alhasil, setiap hari bu Mayang tinggal sendirian di rumahnya.

Awal pertemuanku dengan bu Mayang terjadi pada saat sedang hajatan tetanggaku. Ibu Mayang sebagai koordinator Uusan Dapur dan aku koordinator pemuda pemudi yang bertugas sebagai pager ayu dan pager bagus serta petugas kebersihan yang tugasnya ngangkutin piring kotor dan sampah.
Saat itu sudah jam 10 malam menjelang hajatan, aku sedang mempersiapkan janur yang sudah dirangkai dan siap dipasang. Setelah urusan pemasangan janur aku serahkan kepada salah seorang kawanku, aku pun bersiap untuk pulang agar besok badanku segar dan tidak terlalu letih akibat begadang. Tia-tiba sang empunya hajat memanggilku dan meminta tolong untuk mengantar Ibu Mayang ke pasar karena ada yang terlupa untuk dibeli.
Kusanggupi permintaannya dan ku nyalakan skuter tua buatan italiku. Tak lama bu mayang pun nyemplak dibelakang dan kami segera menuju pasar menembus gelapnya malam yang lumayan dingin. “Pelan-pelan aja mas, saya takut!” celetuknya ketika vespaku kugeber agak kencang. “Ga papa kok bu, udah biasa… abs kalo pelan jalannya ga enak!” kataku sekenanya.
Ia tidak menjawab dan malah mengalungkan tangannya ke perutku. “Tar kalo kenapa-kenapa dijalan kamu tanggung jawab ya…?!?!?” katanya ketus. Singkat cerita sampailah kami di pasar dan setelah mendapatkan apa yang dicari kami segera otw pulang.
Sialnya, ditengah jalan vespaku mogok entah kenapa. Kuminta bu Mayang turun dan kuperiksa mesinnya. Sekilas nampak raut kesal di wajah ibu Mayang. “Tau begini tadi pake motor si Hendrik saja?!!”. “Sebentar bu, biasanya kao ngadat begini cuma sebengtar kok!” Kataku berupaya meredam kekesalan bu Mayang. lalu setelah ku utak utik platinanya sang tunggangan pun kembali menyala.

Setelah menyala, kuuminta bu mayang naik dan kami meneruskan perjalanan. “Makanya jangan kenceng-kenceng! marah motor mu tuh!” kata bu Mayang. “Hahahahaha… si ibu bisa aja!, namanya barang ttua ya begini bu., seuka ngadat!” “Eh belum tentu lho, ada juga barang tua yang ga pernah ngadat…!” sanggahnya. “Emang ada bu? kalo ada saya mau tuh!!” jawabku… “Udah aha, konsentrasi sm jalan sana! Tar nabrak lagi!” omelnya “Oke mami siap laksanakan”. “Mami mami, emangnya aku germo!??” jawabnya sambil mencubit perutku pelan. “AOWWW, sakit bu!” dan sepeda motorku sedikit oleng…. uppsss, dengan sedikit skill motor kembali dapat kukendalikan. “Udah ah jangan becanda mulu, tar jatoh lagi”.
Skip story sampe juga kami di alamat semula. “Her, langsung anter aku ke rumah aja, besok aja lah belanjaannya dianterinnya. dipakenya juga buat sorenya kok!” bu mayang memintaku. “ya udah, gapapa” motor ku belokkan ke arah gang bu mayang. “Makasih ya, eh km ada nmr hp saya ga? supaya besok gampang buat koordinasi!” kata bu mayang setibanya di pagar depan rumahnya, kami pun bertukar no hp masing masing.
Sampe dirumah tiba2 hpku berbunyi. SMS dari bu Mayang. ‘Her, km bs dateng ke rumha ga? sklian bawa baju yg td disewa. saya mau fitting tadi lupa’. Aku berkerut, oh iya tadi sore aku ditugaskan mengambil baju sewaan buat orang2 yang bertugas di pramanan. ‘Ok bu saya kesana’ jawabku dan lsg kusambar tas plastik yang berisi baju dan kain sewaan.
sampai dirumah bu Mayang, baru mau aku ketuk pintu pager bu mayang sudah muncul dari dalam rumah.
Aduuhhh…. dia pakai baju tidur diatas lutut, menampilkan kakinya yang padat berisi serta pahanya yang mulus, walaupun terlihat masih memakai bra, dadanya yang montok sempat membuatku menelan ludah. “Hey malah bengong ayo masuk, mana bajunya?” aku kaget setengah mateng saat tangannya mengusap wajahku. Halus sekali… dan wangi … entah lotion entah parfum… aku pun masuk mengikuti bu mayang… Alamak bokongnya sangat menggoda…
Setelah didalam, aku dipersilahkan duduk dan basa basi sebentar, “herna kemana bu?” kataku menyakan anaknya yang bungsu. “Oh, dia lagi ke tempat kawannya. Katanya ada tugas kuliah, besok paling dia pulang”. setelah ngobrol sedikit, ia pun membawa tas plastik itu kedalam dan agak lama aku menunggu di ruang depan rumahnya. Selama penantian itu aku membayangkan sedang bergumul dengannya dikasur dan melepaskan hasratku yang terpendam dengannya. Saling mencium, saling menjilat dan saling meraba.
15 menit berlalu dan ia kembali ke ruang depan sambil menenteng tasnya. “Aduh maaf ya her, kelamaan.. eh kamu mau minum ga??? sampe lupaaa… tar ya saya ambilin minum dulu… mau kopi apa kopi susu? Kopi susu aja yah, kopi hitamnya saya lupa udah abis…” katanya nyerocos… ” Ga usah bu… gapapa !” percuma aku menjawab karena bu mayang sudah ngeloyor ke belakang.

Tak lama ia kembali sambil membawa secangkir kopi “maaf, kopi susunya yang abis, ga taunya adanya kopi item”. “Gapapa kok bu ga usah repot-repot”. Sambil menikmati kopi, kami mengobrol ngalor ngidul sampe akhirnya ku tahu suaminya pergi meninggalkan dia saat anaknya yang bungsu masih kelas 2 SD, demi meraih cinta seorang pramugari. Diam-diam kuambil gambarnya pake hpku. Pembicaraan semakin hangat bahkan mulai menjurus ke hal2 yang berbau XXX.
“Kopinya mau nambah ga? tapi kalo mau kopi susu ga ada…” tanya bu mayang saat melihat isi cangkir yang tinggal setengah. “Gapapa, bu. Udah cukup. Lagian kopinya juga udah berasa kopi susu kok!” jawabku sambil nyegir. “Lho kok bisa gitu?” bu mayang kelihatanya bingung dengan jawabanku. “Iya dari tadi udah pake susu… walau hanya pandangan… hehehehe…” “eeeehhh… kamu… genit ya! berarti kamu dari tadi ngintipin nenen saya ya? dasar genitt ih!” katanya sambil kembali mengusap wajahku.

Kali ini kutangkap tangannya dan ku cium jarinya. Nampak bu mayang agak terkejut menerima perlakuanku, tapi hanya sepersekian detik saja. Ia hanya diam saja ketika aku mulai menciumi dan menjilati jari tangannya. Namun ia kemudian menarik tangannya. “Mmmmaaaffhh… bu… maaaf… saya terbawa suasana… ” kataku mencari pembenaran. Bu mayang tak menjawab dan hanya menarik nafas panjang, tak lama ia ke belakang samb il membawa cangkir kopiku yang sudah habis. Aduh, ngambek dia…. pikirku. Salah sendiri ga pake basa basi pikirku wah kacau ni bisa nanti.
Beberapa saat kemudian ia kembali ke depan dan aku pun bersiap untuk pamitan. “Her, maksud kamu apa tadi?”. Gemet aku ter… “MMaaafff bu… maaf… kalo ibu tersinggung… maaf sekali lagi. Saya terbawa suasana. Abis ibu pakeannya bkn sy jelalatan…”. “Gapapa Her, saya cuma kaget aja kamu kok berani begitu sma saya. Eh, kamu jangan pasang wajah melas gitu doong…. serius her, saya ga marah… “. “Beneran bu, ibbu ga marah?” tanyaku lagi.
“Enggak, ga marah beneraan… suerr!” Bu mayang malah mendekati tempat aku duduk dan memegang bahuku. “Kamu udah buat darah saya berdesir, waktu kamu isapin jari saya. Her, saya… saya… ” bu Mayang tidak meneruskan kata-katanya dan malah memeluk saya.

Saat dadanya menempel, serasa darah ini berkumpul di kepala dan kaget bukan kepalang dengan perlakuan bu mayang ini. Belum selesai kaget ku, bu mayang lalu memegang kedua pipiku, “Saya mau lebih dari itu, kamu mau ga??” Sumpah, lelaki ****** dan homo saja yang ga mau memberikan lebih dari sekedar mengisap dan menjilati jari wanita seperti bu mayang ini. “Bu, Ibu serius??” “Serius, bahkan sejuta rius!!” katanya sambil masih memegangi kedua belah pipku.
Baru aku mau ngommong tiba tiba bu Mayang menarik kepalaku dan mengecup bibirku berulang-ulang. Lama-lama kecupannya berubah menjadi lumatan di bibirku.Mendapat serangan seperti itu, kukalungkan taanganku dilehernya dan balas melumat bibirnya dengan lembut. Kami sangat menikmati permainan bibir itu, sampai-sampai bu mayang kutidurkan di sofa sambil terus melumat bibirnya dengan lembut.
Perlahan aku turunkan bibirku ke arah dagunya dan semakin turun ke lehernya. Bu mayang hanya bergelinjang dan mendesah-desah nikmat, membuat aku semakin terangsang. Ku belas payudaranya yang selama ini hanya kudambakan dalam lamunan pada setiap acara onaniku. Bu mayang makin menggelinjang dan semakin belingsatan saat ku remas halus payudaranya dari luar.

Tiba-tiba ia mendorong tubuhku dan mengangkat bagian bawah bajunya, “liat nih… kamu harus bertanggung jawab…” katanya sambil memnunjukkan celana dalamnya yang kelihatan basah. “Mau dituntaskan bu?” tanyaku sedikit menantang. “Dikamar aja yuk!?” jawabnya. akupun hanya mengangguk dan mengikuti bu mayang yang berjalan ke kamarnya.
Di kamar, kami melanjutkan acara saling memagut dan melumat bibir. “Her, puasin aku malam ini!” katanya padaku. Ia pun berdiri dan melepas bajunya. Nampaklah payudaranya yang memang lumayan besar tapi agak kendor. Bu mayang sekarang tinggal memakai bra dan cdnya saja. Nampak memeknya yang tembem tertutup celana dalam putih dan depannya basah akibat permainan tadi. Lalu bu mayang naik ke kasur dan menciumi bibirku kembali dengan posisi berlutut.
Kusambut ciumannya sambil meremas lembut payudaranya. Sambil berciuman, kucoba melepas kaitan bra-nya dan setelah berhasil kujilati pentilnya dan kuremas pelan. Sambil kuhisap payudaranya yang sebelah kiri, kuremas payudara yang sebelah kanan. Bergantian kujilati dan kuhisapi kedua payudara bu mayang sambil a masih berlutut menghadapku.

Tak lama ia merapatkan perutnya dan mengoyang-goyangkan memeknya didadaku sambil terus mendesah, dan gak lama ia memeluk tubuhku erat sambil melenguh panjang, “ooooowwwwwwhhh… aaah….sssssssshhhh.. emmhhh… aaahh… aaahhh …. aaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhh!!!!!” Orgasme rupanya dia. “Her buka pakaianmu….. her, pliiisss… puasin aku malem ini her…” wajahnya nampak memelas sekali.
Segera kulepas semua pakaian dari yang terluar sampai yang terdalam. Kontolku yang sudah ngaceng seddari tadi pun tegak terangguk-angguk menanti sasaran tembak. Tanpa banyak komentar, bu mayang langsung menciumi bijiku dengan lembut. sesekali ia mengulum biji pelerku dan menjilatinya. Setengah mampus aku menahan geli enak dan rasa aneh saat ia mengulum biji pelerku.
Rasa-rasa ingin kencing, linu dan rada-rada enek….Kubelai rambutnya sambil sebelah tanganku mengusap punggungnya yangg halus. Lalu ia mulai menciumi bataang kontolku dan memasukannya kemulut. Ahh… aahhh… enak bu.. enakh… ah…aaaahhh… ssshhh… aaaahhhh… itu yang kukatakan saat kepalanya maju mundur mengulum kontolku.

Tak tahan melihat pantatnya yang bulat, segera kutarik pahanya keatas, dan dalam sekejap kami sudah berada dalam posisi 69. kujilati memeknya dengan penuh sukacita, kadang kadang-kadang kutekan lidahku di clit-nya sambil terus meremas pantatnya. Bu mayang nampak terbawa dengan permainan ini dan ia mulai menggoyang-goyangkan pinggulnya dan terkadang menekannya ke mukaku sampai-sampai aku susah bernapas.
5 menit berselang ia melepaskan kulumannya pada kontolku dan meremas betisku dengan keras sambil mengejang dan mengerang.
Bahkan mukaku ditekannya menggunakan memeknya. Oooooohhh….. aaaarrrrggghhhh….aaaaahhh…. ssshhhhhhh…. aaaaaahhhhh….. dan terasa ada yang mengalir dan membasahi bibir dan mulutku. Orgasme lagi dan tercium aroma khas cairan lendir wanita di hidungku dan mengalir menuju mulut dan lidahku. Segera kusapu dan kuhisap sambil sesekali menghisap clitnya.

Bu mayang menggulinggkan tubuhnya dan tergolek lemas setelah mendapatkan orgaasme keduanya. Kuambil insiatif dengan melebarkan pahanya dan mulai kutusuk dia dengan kontolku. Kuulek-ulek sedikit permukaan memeknya denga kepala kontolku dan bu mayang mulai terangsang lagi. Perlahan mulai kumasukkan kontolku, sambil terus mengulek permukaan memeknya.
Blesshhh…. cleepppp… perlahan namun pasti kontolku mulai memasuki area persengamaan bu mayang sambil diikuti erangan dan lenguhan kenikmatan bu Mayang. ooooohhhh….. sssshhhhh…… sssshhhhh…. terusssshhhh…. herrr…. mmmmmasssukiiinnn yg dalemmmmhhh ohhhh…. Kugenjot memek bu mayang dengan kecepatan biasa dengan posisi dua kaki bu mayang berada di bahuku.

seddangkan aku mengambil posisi berlutut sambil maju mundur menggenjot memek bu mayang.. aaahhh…. ahhhh…aaahhhh… aaahhh… bu mayang terus mendesah seperti itu setipa kontolku ku masukkan. Tak lama leherku dijepi oleh kedua kaki bu mayang dan ia mengangkat pantatnya keatas sambil melolong panjang ….. hhhhhnnnnggggkkkkkkkhhhh ahhh… aaahhh…. aaahhh…. kembali bu mayang merasakan orgasmenya.
Kuturunkan kaki Bu mayang dan kuarahkan aga bu mayang tidur dengan posisi menyamping. Ku angkat kaki sebelah kanannya dan kumasukan lagi kontolku ke memeknya dengan posisi menyamping dan menduduki kakinya yang sebelah kiri. Perlahan namun pasti, sambbil menggenjot kupegangi kaki kanannya maju mundur, lama kelamaan ku percepat genjotanku sambil memilin2 pentil susu bu mayang.
Menerima perlakuanku bu mayang makin belingsatan dan terus ber ah oh membuat libidoku semakin memuncak. Ku percepat kocokanku dan akhirnya sambil menjilati betis bu mayang kulepaskan pejuhku kedalam memek bu mayang….. Huuuuaaaahhhhh….. aaaahhhhh…. mmmmhhhhh….. crrrroooottttt….. crroooootttthh… crooooooooottthh….. sekitar lima kali kutembak memek bu mayang dengan pejuhku. Terasa lemas badanku. Serasa copot semua persendian badan… akupun melorot dan rebah disambping bu mayang…. kupeluk badannya dan kucium pipi dan bibirnya dengan mesra… makasih sayang…. saya senang dan puas melakukan ini sama bu mayang.

Ia hanya tersenyum dan mengusap-usap dadaku. Kami berpelukan dan berciuman sekitar 2 menitan. Lalu bu mayang berdiri dan mengambil cdnya. Ia lalu mengelapi memeknya yang basah. Setelah itu, ia pun kemudian mengelapi kontolku yang mulai mengendor usai bertempur. Ia lalu mencium bibirku dan berdiri kembali, “aku ke kamar mandi dulu sayang…” katanya sambil berlalu tanpa busana ke kamar mandi. Aku hanya terbaring tersengal2 mengatur napasku. Tak lama aku tertidur….. bertelanjang bulat di kamar bu mayang…
aku terbangun saat terasa ada yang geli di daerah kontolku. Saat kubuka mataku, bu mayang sedang asyik mengulum kontolku. Kubelai lembut rambutnya sambil melenguh menahan nikmat. Tak lama setelah kontolku tegak lurus kembali, bu mayang mengambil posisi duduk membelakangiku.
Dimasukkannya kontolku kedalam memeknya disertai desahan panjang.. aaaahhhhh…. ssshhhhh….. lau ia turun naik mengocok kontolku dengan memeknya. Sekitar 3 menit kemudian ia kembali mencapai puncak kenikmatannya sambil bersujud dan kontolku kembali dibasahi oleh lendir kenikmatan bu mayang. Kupegang pantat bu mayang agar dia tetap dalam posisi bersujud.

Kosodk lagi dia dan kami lakukan doggy style. Crek…ccreeekk…plok … plookkk..crek…. creeek… hnya suara itu yang terdengar saat kontolku menyodok memek bu mayang dari belakang. Tak lama terasa aku ingin keluar dan kurapatkan paha bu mayang dan kutembak lagi dengan pejuhku memeknya…. oooooouuuughhhh….. aaaaaaaaahhhhh….. hanya kata itu yang terucap saat kulepaskan pejuhku…. bu mayang lalu berbalik dan menciumi bibirku. “Makasih sayang, kamu udah puasin aku malem ini… Aku mau malem-malem selanjutnya juga kamu bisa puasin aku…”. “sama-sama, ternyata benar…. ga semua perabotan tua itu usang. Buktinya Bu mayang perabottannya masih oke banget… aku suka banget…” kataku… bu mayang hanya mencibir dan menjulurkan lidahnya…. weeek katanya
Bu mayang bangkit menuju kursi di depan meja riasnya. sambil nungging ia membersihkan memeknya yang basah kuyup. Melihat pemandangan itu, kontolku perlahan mulai naik lagi dan kudekap bu mayang dari belakng sambbil menciumi bagian belakang lehernya. Tak tahan berlama-lama, kuangkat kaki sebelah kanannya dan kusodok lagi memeknya dengan kecepatan sedang.

Ku sodoki terus memeknya dari belakang sambil memegangi kaki kanannya dan menjilati leher belakangnya. sekitar 5 menit ku entot bu mayang dari belakang dan akhirnya aku pun melepaskan pejuhku untuk yang kesekian kalinya di dalam memeknya yang hangat dan nikmat….. “Udah dong sayang….. dengkulku rasa mau copot nih… ” kata bu mayang memelas… Karena lemas mungkin bu mayang nggelosor di bawah meja rias. kuangkat tubuhnya dengan susah payah dan kurebahkan di kasur… lalu kamipun tertidur berpelukan dengan kondisi lelah dan telanjang bulat.
Ditambah pula selangkangan yang lengket karena lendir yang belum sempat dibersihkan.

Pagi harinya kami tersentak kaget karena nampak hari sudah terang. Terburu-buru kami menuju kamar mandi dan mandi bareng sambil cekikikan mengingat kejadian tadi malam. Selepas mandi, dengan bertelanjang bulat kami menuju kamar bu Mayang dan aku segera mengganti pakaian dengan baju adat. Saat kami berpakaian, aku sempat terangsang lagi saat melihat bu Mayang berdandan sambil telanjang bulat.
Namun dengan lembut bu mayang menolak segal uapayaku untuk mengajaknya bercinta. “jangan dulu ah, tar repot… harus mandi dan keramas lagi!!” katanya. “nanti aja selesai hajatan, dan anakku gak pulang lagi. Kamu boleh apain aja aku…”. Aku tak menjawab hanya mengusap memeknya dengan lembut dan mencium pipinya saja.
Di tempat hajatan, Bu Mayang tak mau jauh denganku. Bahkan dibawah meja tangannya selalu mengusap-usap kontolku dengan pelan dan lembut. Saat kontolku tegang ia hanya tertawa cekikikan sambil pergi meninggalkan aku yang bersungut-sungut susah payah menenangkan adekku yang berdiri.

Sampe sekarang, aku sudah beristri dan beranak pun, kadang-kadang kami masih melakukannya. Sekarang bu Mayang sudah berusia 55 tahun dan memeknya masih gurih dan sedap setiap kali kuentotin. 

Sabtu, 30 Mei 2015

Bagiku Dia Seorang Mafia Sex

Bagiku Dia Seorang Mafia Sex

cerita dewasa

Nama saya, sebut saja Ivon, saya tinggal dan bekerja di London, Inggris, di bagian administrasi sebuah perusahaan trading. Waktu itu, saya berusia 28 tahun, tinggi/berat 164 cm/41 kg, dan bentuk badan saya biasa saja, cenderung agak langsing dan tidak bertonjolan di dada dan pinggul.

Saya ingat, malam itu saya sedang berada di kantor untuk menyelesaikan sisa-sisa kerjaan. Sebentar lagi akan libur musim panas selama kurang lebih 2 minggu, jadi saya tidak ingin liburan saya terganggu oleh pikiran tentang kerjaan yang belum kelar. Beberapa yang berpamitan dan mengucapkan happy holidays hanya saya jawab dengan senyum manis dan jawaban pendek “You too!” di sela-sela kesibukan saya menghadap ke layar monitor.
Semua berlangsung begitu saja, sampai akhirnya di kantor kecil itu hanya ada saya, beberapa penjaga malam, dan si pemilik kantor, sebut saja namanya Pak Smith. Agak lama kemudian, saya mendengar ribut-ribut di lantai bawah, suara orang membentak, suara kegaduhan dan banyak lagi. agen poker
Saya merasa agak takut dan mengintip dari jendela ke arah jalanan di bawah sana. Terlihat sebuah mobil mewah berwarna hitam sedang terparkir di depan kantor. Celaka! Pikir saya. Itu pasti segerombolan preman kasar pegawai perusahaan Italia yang menagih uang keamanan. Benar-benar menjengkelkan sekali, karena penyebab ketidakamanan itu adalah mereka sendiri. Tapi jika kantor-kantor kecil seperti kantor saya ini telat membayar tagihan, mereka akan melakukan hal-hal yang diluar perikemanusiaan.
Saya memberanikan diri menuruni tangga untuk mengintip apa yang terjadi di ruang bawah. Saya lihat boss saya, Pak Smith sedang menghitung sejumlah uang dengan tangan gemetar. Di hadapannya, tampak dua orang pria bertubuh tinggi besar. Yang satu berkulit hitam legam dan berkepala gundul, sementara yang satunya lagi berwajah ganteng khas Italia, namun tampangnya juga tampak seram saat itu, dengan memasukkan tangan ke kantong, yang mungkin saja ada pistolnya. Namun ada seseorang lagi bersama dua orang centeng itu.
Seorang wanita berkebangsaan Asia yang kurus tinggi berpakaian mahal. Sebenarnya ia cantik di balik kaca mata biru yang dipakainya, namun gayanya berdiri di depan Pak Smith sambil berkacak pinggang itu benar-benar menyebalkan dan menakutkan.
“Ivon! Tolong ambilkan dua puluh pound dari ruanganmu!” tiba-tiba Pak Smith memekik karena uang yang harus dibayarnya agak kurang.
Dengan tergopoh-gopoh saya berlari ke kantor saya, mengambil dua puluh pound dari laci, lalu berlari kembali menuruni tangga.
“Berikan langsung pada mereka!” ujar Pak Smith yang masih berdiri dengan gemetaran.
Saya menyodorkan dua lembar sepuluh pound itu ke arah mereka, dan si wanita Asia langsung menyambarnya dari tangan saya.
Entah kenapa, tapi wanita itu tidak segera mengalihkan pandangannya, ia menatap saya dari balik kaca mata birunya. Mungkin karena kurang puas, ia melepaskan kacamatanya, dan terus menatap saya. Sepasang mata paling mengerikan dan paling tajam yang pernah saya lihat sepanjang hidup saya. Saya hanya diam terpaku sambil melangkah mundur perlahan.
“Jangan mundur!” bentak wanita itu dengan dialek British yang kental.
Ia lalu mendekatkan wajahnya ke wajah saya, membuat saya menundukkan pandangan karena gemetar.
“Lihat ke arah saya!” bentaknya lagi, masih dengan bahasa Inggris beraksen British yang sangat kental.
Saya melihat ke arah matanya, dan sepasang mata itu tidak lagi setajam tadi.
Ia menunjuk name-tag di dada saya dan berkata, “Ivon. Hmm, Indonesian name, isn’t it?” tanyanya lagi, dengan nada datar.
“Y-Yes, It is.” jawab saya agak terbata-bata, khawatir kalau-kalau ia menyakiti saya.
Pak Smith juga tak kuasa melakukan apa-apa untuk menolong saya, karena dua orang preman tinggi besar itu memperhatikannya terus.
“Kalau gitu, diskon sepuluh pound deh!” ujar wanita Asia itu, benar-benar dengan bahasa Indonesia yang fasih dan lancar.
Ia menyodorkan pada saya lembaran sepuluh pound yang tadi saya berikan padanya, dengan agak gemetar saya menerimanya.
Wanita itu tersenyum dingin, dan berkata lirih, “Maaf Ivon, aku cuma mengerjakan tugas, demi keselamatanku sendiri.”
Lalu ia berpaling ke arah dua rekannya sambil memberi kode mengajak pergi. Pak Smith dan saya hanya diam terpaku melihat ketiga manusia sangar itu meninggalkan ruangan dan membanting pintu dengan keras. Sejenak sebelum menutup pintu, si wanita sempat melirik ke arah saya dan mengerdipkan mata kanannya, seolah memberikan satu isyarat yang saya tidak pernah mengerti.
Setelah malam yang menegangkan itu usai, liburan tiba, dan semuanya berjalan biasa-biasa saja. Saya pergi ke Paris bersama keluarga saya selama seminggu, lalu kembali ke London untuk menghabiskan sisa liburan di sini. Rasanya, saya sudah lupa akan kejadian dengan para debt collector seminggu sebelumnya. Namun apa yang terjadi siang ini seperti membuat saya tidak mungkin melupakan kejadian malam itu.
Saat itu saya sedang menemani tante dan om saya dari Indonesia mengunjungi museum Madame Tussaud. Usai melihat-lihat patung lilin di museum itu, tante dan om saya naik kereta kembali ke hotel mereka, sementara saya masih berjalan-jalan di Bakerstreet (tempat museum tadi berada), karena banyak teman asal Indoneisa yang menginap di apartemen-apartemen sekitar situ.
Waktu saya sedang berjalan cepat di trotoar, saya merasa ada yang berjalan di sebelah kiri saya dengan kecepatan yang sama. Saya tidak terlalu memperdulikan, dan mempercepat jalan saya, namun ia juga mempercepat jalannya hingga terus sejajar dengan saya.
Tiba-tiba ia mencolek bahu saya, “Hi Ivon, lupa sama saya ya?” sapanya dengan bahasa Indonesia.
Saya menengok ke arahnya dan kaget setengah mati. Wanita Asia yang kerja untuk Mafia itu! Saya sempat berniat kabur, namun ia memegangi lengan saya.
“Hey, jangan kabur dong!” ujarnya ramah, meski mengenggam kuat lengan saya.
Akhirnya saya pasrah saja diajaknya minum di sebuah kafe pinggir jalan.
Saya waswas melihat ke kiri kanan, kalau-kalau dia ditemani dua orang centengnya tempo hari. Tapi ia tampak tenang saja sambil tertawa-tawa mengatakan bahwa dia sedang diluar jam kerja.
Singkat cerita, kami mengobrol panjang lebar di kafe itu. Lambat laun, rasa takut saya mulai hilang, berubah jadi rasa persahabatan. Maklum, di negeri orang, siapapun yang sebangsa dengan kita akan menjadi sahabat yang sangat baik, siapapun dia.
Namanya, sebut saja Jenny. Ia menceritakan sejarah kedatangannya ke Inggris untuk menyelesaikan S2-nya, juga tentang keterlibatannya dengan para Mafia itu, yang disebabkan karena ia sedang kesulitan ekonomi. Ia berencana untuk mengumpulkan uang dulu sebelum meninggalkan Inggris. Ia bercita-cita untuk pulang ke Indonesia, dan bekerja memanfaatkan gelar MBA-nya selama beberapa tahun, lalu membuka usaha sendiri berbekal pengalaman dan manajemen Italia yang dipelajarinya di lingkungan Mafia ini. Saya bersimpati padanya, sekaligus mengagumi keberaniannya menceburkan diri ke lingkaran yang begitu ‘hitam’ dan berbahaya itu.
“Kamu nggak punya boyfriend kan?” tebak Jenny di sela obrolan.
“Kok kamu tahu?” tanya saya balik.
“Old Fashioned dan pendiam, kalau nggak dijodohin mana mungkin dapat pacar?” katanya sambil tertawa kecil.
Saya tersipu malu, menyadari bahwa ‘tongkrongan’ saya memang terkesan tertutup, saya juga pendiam dan tidak banyak bicara. Beda dengan Jenny yang tampaknya ceplas-ceplos dan tidak kenal takut atau malu. Dia dapat berkelakar dalam bahasa Indonesia maupun Inggris dengan sangat lancar, bahkan dengan para waiter di kafe itu, yang baru saja dikenalnya. Diam-diam, saya bersyukur dapat berkenalan dengan seorang ‘putri mafia’ (nama ejekan saya untuknya) seperti dia ini.
Tanpa terasa hari mulai malam, dan Jenny mengajak saya meninggalkan kafe. Karena apartemen saya agak jauh, ia menyarankan saya untuk tinggal di apartemennya. Saya menurut saja karena sudah terlanjur percaya. Ia mengajak saya berjalan kaki melewati jalan-jalan yang saya belum pernah lewati, daerah-daerah lampu merah, daerah kumuh, dan daerah pusat hiburan malam. Benar-benar sisi lain dari London yang tidak pernah saya lihat, meski saya sudah menetap disini selama 3 tahun.
“Nggak usah takut, Von.” katanya sambil melangkah cepat, “Kita aman di daerah sini.”
Saya berusaha untuk tetap tenang, meski di kiri kanan saya melihat pria-pria bertubuh besar sedang mabuk atau teler karena narkoba. Wanita-wanita jalang juga tampak berkeliaran di daerah yang saya tidak tahu namanya itu. Namun Jenny berjalan dengan cuek, sambil sesekali menyapa orang di sekitar situ dengan akrab. Saya sempat heran, orang macam apa sebenarnya teman saya ini.
Akhirnya kami sampai di apartemennya. Sebuah apartemen yang dari luar tampak kumuh dan jelek. Namun begitu saya masuk ke kamarnya, semuanya terasa berbeda. Meski tidak besar, ruangannya tertata rapih dan dipenuhi perabotan kelas menengah, penghangat listrik, seperangkat laptop, juga ponsel (yang pada tahun itu belum begitu populer). Satu hal yang membuat saya bergidik adalah sepucuk pistol kecil berwarna perak tergeletak di samping ponselnya.
Ia mempersilakan saya duduk di ranjang, lalu membuatkan saya segelas teh hangat. Darjeeling tea, teh yang tergolong mahal. Ketika saya bertanya tentang teh itu, Jenny menjawab bahwa teh itu diambilnya dari sebuah hotel kecil tempat ia menagih hutang. Tanpa rasa risih, Jenny menanggalkan celana panjang dan raincoat-nya. Sambil hanya mengenakan kaos oblong dan celana dalam, ia mondar mandir di situ. Mencuci muka, sikat gigi, dan menyisir rambut, seolah-olah sudah sangat akrab dengan saya. Diam-diam saya iri melihat tubuhnya yang ramping dan cukup jangkung untuk ukuran Indo, sangat menarik. Saya kira tidak akan ada pria ataupun wanita yang tidak mencuri pandang ke arahnya saat berada di tempat umum.
“Ngeliatin apa, Von?” tanyanya membuat saya tersipu.
“Ngeliatin badan kamu.” jawab saya mencoba untuk tidak malu, “Bagus banget.”
“Hihihi.” ia tertawa kecil, “Kamu juga sexy kok.”
Terus terang, saya kege-eran juga mendengar pujiannya. Apalagi setelah ia mengatakan itu, ia menatap saya dalam-dalam sambil menyunggingkan senyum aneh.
Ia lalu melangkah mendekati saya. Saya terpaku di bibir ranjang sambil memegangi cangkir teh yang sudah kosong, seolah tidak tahu harus berbuat apa. Dengan was-was saya melirik ke arah buffet tempat pistolnya berada, dan merasa agak tenang karena pistol itu masih ada di situ. Tiba-tiba dia sudah ada di hadapan saya.
“Mana gelasnya?” bisiknya sambil meraih cangkir dari tangan saya dan meletakkannya di karpet.
“Kamu manis sekali, Von.” bisiknya lagi, sambil melepaskan kacamata saya yang minus tujuh.
Lalu ia naik ke ranjang dan memeluk saya dari belakang.
Mula-mula saya gemetar dan takut mengingat bahwa Jenny adalah seorang anggota mafia, ditambah juga perasaan rikuh karena dipeluk sesama wanita. Saya mencoba untuk berontak secara halus.
Namun ia tetap memeluk pinggang saya dan berbisik di kuping kiri, “Jangan takut, Von. Nikmati saja.”
Saya hanya bisa diam dan mencoba menikmati.
Ia lalu membuka satu persatu kancing baju saya yang terletak di bagian belakang, sampai punggung saya benar-benar terbuka di hadapannya. Dengan lembut juga ia melepaskan kaitan BH di punggung saya. Lalu terasa tangannya yang halus memijat dan mengelus punggung saya. Hangat dan lembut.
“Punggung kamu halus sekali, Von.” bisiknya, “Pasti kamu rawat dengan baik, ya? Hmm?”
Ia lalu membelai rambut saya yang lurus dan panjang sebahu, disibakkannya ke samping, lalu lagi-lagi ia memuji saya, “Tengkuk kamu bagus, aku terangsang banget ngeliatnya, boleh aku cium?”
Tanpa menunggu jawaban saya, ia langsung menciumi leher dan tengkuk saya. Saya memejamkan mata merasakan kehangatan itu. Kehangatan yang belum pernah saya rasakan selama hidup, karena saya belum pernah sekalipun berpacaran.
Ciumannya menjalar kemana-mana, ke dagu saya, rahang, telinga, aahh rasanya geli sekali, namun membuat saya jadi lupa daratan, dan menyerahkan diri padanya. Tangannya mulai meraba-raba ke balik baju saya, mengelus-elus perut saya, sambil mulutnya terus membisikkan kata-kata indah memuji keindahan tubuh saya. Kata-katanya membuat perasaan saya jadi PD (percaya diri), karena selama ini saya minder dengan tubuh saya yang kurus.
Lidahnya menjilat-jilat punggung saya, tengkuk saya, dan bahu saya. Kulit saya terasa merinding dan badan saya menggelinjang kecil. Hal itu membuat Jenny makin bersemangat. Ia melucuti baju dan BH saya hingga tubuh bagian atas saya benar-benar telanjang. Ia menyuruh saya berdiri dan menjauh dari ranjang. Saya menurut saja, meski merasa agak gila.
Di bawah sinar lampu yang terang benderang, saya berdiri setengah telanjang di hadapan seorang wanita yang baru saja saya kenal tadi siang. Wanita mafia pula! Namun entah kenapa, saya menikmati permainannya, saya menikmati tatapannya yang lekat ke sekujur tubuh saya. Bola matanya tampak tajam menatap dua buah dada saya. Seharusnya saya merasa malu, namun saya malah menegakkan tubuh, membusungkan dada, hingga Jenny bebas menikmati keindahan dua susu saya yang berwarna lebih terang dibandingkan tubuh saya yang sawomatang, lengkap dengan dua putingnya yang coklat tua.
Jenny terbaring miring di ranjangnya dengan pose yang amat merangsang. Garis pinggulnya tampak begitu indah, pahanya yang mulus dan putih bersih begitu panjang dan menggoda. Kaosnya oblongnya agak tersingkap ke atas, membuat perutnya yang indah mengintip nakal. Celana dalam yang dipakainya pun hitam transparan menunjukkan rambut-rambut halus di selangkangannya. Matanya meredup dan bibir basahnya berbisik agar saya kembali naik ke ranjang.
“Kamu cantik sekali Von.” bisiknya lagi saat saya menelentangkan diri di ranjang.
“Kamu juga, Jen.” saya sudah mulai berani menjawab.
Ia lalu mendekatkan wajahnya, lalu mulut-mulut kami berciuman dengan mesra. Saat itulah saya pertama kali berciuman, merasakan lidahnya masuk ke mulut saya, menjilat dan menghisap-hisap bibir bawah saya, mm, nyaman sekali.
Bibirnya lalu melepaskan bibir saya dan beranjak menuruni rahang dan leher saya. Lidahnya yang hangat berputar-putar di pangkal susu saya, membuat saya kegelian. Tangan saya membelai-belai rambutnya yang lurus dan pendek seleher.
Entah kenapa, tapi saya merasakan hal yang berbeda. Saya merasa dikagumi, diperhatikan, dan dicintai. Sebuah perasaan yang tidak pernah saya dapatkan dari siapapun kecuali orang tua saya. Namun kali ini rasanya benar-benar lain.
“Von, susu kamu indah sekali.” bisiknya dengan suara setengah merintih.
“Ciumin dong Jen.” pinta saya tidak sabar.
“Haa, kamu udah pengen ya?” godanya.
“Kok tau sih?” jawab saya kembali menggoda.
“Pentil kamu udah tegang gini.” jawabnya cuek sambil menatap ke dua puting susu saya.
Saya mengangkat kepala untuk melihat ke susu saya, dan benar, kedua puting ini tampak berdiri meruncing. Saya tersipu malu. Namun Jenny segera menangkap puting susu saya dengan mulutnya.
“Engghh..” saya langsung mengerang sambil menggelinjang ketika puting susu saya dihisapnya.
Saya mendongakkan kepala, merem melek dan mengerang-ngerang. Aduhh, puting susu saya rasanya begitu nikmat. Saya tidak tahu apa yang Jenny lakukan, namun kedua puting saya tidak henti merasakan belaian lembut dan hisapan-hisapan halus. Rasa nikmatnya mengalir ke seluruh badan sampai rasanya seperti lemas dan pasrah padanya. Ohh, benar-benar mabuk kepayang. Betapa tidak, rasanya nikmaat sekali. (Mengetikkan cerita ini saja membuat dua puting susu saya terangsang lagi mengingat rasanya).
Entah berapa lama Jenny memainkan susu saya, tapi rasanya seperti bertahun-tahun terperangkap dalam rasa nikmat. Sampai-sampai vagina saya terasa gatal dan mengeluarkan cairannya. Padahal hanya susu saya saja yang dimainkannya. Aduhh, Jenny benar-benar mengerti bagaimana menaklukkan seorang wanita innocent seperti saya ini. Ia terus mengulum, menjilat, dan menghisap, dan entah ngapain lagi di kedua puting saya ini, yang jelas saya begitu menikmatinya. Sampai saya mencengkeram tengkuknya agar mulutnya tidak lari dari puting saya. Mata saya ‘kiar-kier’ menahan nikmat, mulut saya terus mengerang-ngerang keenakan.
“Uhh, Ohh.. Ahh.. Jennyy.. Aduhh.. enaknyaa.. Ohh..”
Jenny seperti tidak perduli, ia terus saja membuat kedua puting ini merasakan rangsangan luar biasa. Badan saya menggelinjang-gelinjang hebat, punggung saya terangkat-angkat dari ranjang karena tidak kuat menahan enaknya permainan ini. Tiba-tiba Jenny berhenti. Saya terengah-engah lemas, dua susu saya terasa menyesak dan berat.
“Von.. Oi, buka mata kamu, Von..!” ujar Jenny sambil masih memilin-milin puting saya.
Saya membuka mata dan susah payah mengangkat kepala melihat ke arah dada saya. Astaga! Puting-puting saya yang selama ini coklat tua, kini jadi berwarna merah daging, dan begitu besar. Tidak pernah saya melihat puting saya sendiri berdiri begitu tingginya. Dua susu saya pun terasa agak membengkak.
“Ohh, Jenny.. kamu apain susuku..?” desah saya naif.
“Belum pernah ya?” bisiknya menggoda, “Tapi enak kan?”
Saya mengangguk lemah sambil berusaha tersenyum. Tangan saya meraih susunya dari balik kaos, tapi ia menepiskannya.
“Eits, mau balas dendam ya? Nggak boleh!” godanya nakal.
God, saya merasa jatuh cinta padanya, pada kenakalannya, pada kedewasaannya.
Tanpa banyak bicara, Jenny lalu melucuti celana dan celana dalam saya. Sudah tidak ada lagi rasa takut, malu, atau risih di hadapannya, malah saya merasa tidak sabar menanti permainan berikutnya. Dilemparkannya celana panjang saya jauh-jauh. Lalu ia menciumi paha saya.
“Wow, paha kamu halus banget! Aku jadi iri!” ujarnya sambil menciumi.
Saya agak malu, karena paha dan kakinya jelas-jelas lebih panjang dan lebih indah.
“Kangkangin dong, aku pengen lihat lebih jauh!” katanya lagi.
Saya mengangkangkan paha saya lebar-lebar, membiarkannya melihat jelas-jelas kemaluan saya. Saya agak heran melihatnya menggeleng-gelengkan wajah cantiknya sambil menatap kemaluan saya.
“Kenapa, Jen?” tanya saya ragu.
“Aghh..” saya terhenyak sedikit ketika ia mencolek kemaluan saya.
“Lihat nih!” Jenny menunjukkan jarinya yang dibasahi oleh lendir kental bening, banyak sekali, “Kamu udah terangsang banget ya, Von?”
“Gimana nggak terangsang?” tanya saya balik, “Abis kamu gituin sih.”
Jenny tersenyum sekilas, lalu membenamkan wajahnya di selangkangan saya. Dan saat itulah saya merasakan hal terindah dalam hidup saya.
“Ngghh.. Jennyy..” saya memekik keras menyebutkan namanya saat Jenny mulai menggerakkan lidah dan bibirnya di kemaluan saya.
Ohh, saya tidak tahu apa yang dilakukannya di bawah sana, tapi rasanya sungguh nikmat. Saya terhentak-hentak merasakannya, wajah saya meringis keenakan, menggeliat-geliat untuk menahan rasa nikmat yang luar biasa ini. Saya seperti bingung, berusaha meraih dan mencengkeram apapun yang dapat saya raih, sprei, bantal, tiang ranjang, apapun. Sementara mulut Jenny di bawah sana mengeluarkan bunyi berkecipak.
Kemaluan saya terasa seperti digosok keras-keras oleh benda lunak dan lembab, enak sekali. Tiap gesekannya terasa nyetrum ke seluruh badan ini. Kepala saya terangkat-angkat dari ranjang, paha saya menghimpit kepala Jenny. Tiak lama kemudian, Jenny memasukkan jarinya ke lubang kemaluan saya. Uhh, pada saat yang sama, saya mencapai klimaks kenikmatan.
“Aduhh Jennyy.. Oughh..” serasa ada yang menyembur keluar dari kemaluan saya, begitu deras dan nikmat.
Saya sampai meremas sendiri dua susu saya untuk menambah kenikmatan, hingga semuanya sempurna. Lalu saya merasa lemas sekali. Terkulai dan terengah-engah kelelahan. Saya memejamkan mata, menikmati sisa-sisa orgasme pertama yang saya rasakan. Terasa Jenny meninggalkan ranjang, mengecup kening saya, lalu saya tertidur di tengah kenikmatan maha dahsyat ini.
Pagi berikutnya, saya baru terbangun dari tidur panjang saya yang begitu nikmat. Badan terasa segar dan nyaman, meski kedua kaki saya terasa agak pegal. Saya bangkit duduk, dan cepat-cepat menarik selimut untuk menutupi badan telanjang saya. Betapa tidak, di ruangan itu, Jenny tidak sendiri bersama saya. Wanita itu tampak sedang berbicara dengan seorang pria berwajah Italia. Bukan salah satu dari centengnya kemarin, tapi seorang pemuda ganteng berkaca mata, dengan dandanan yang rapih.
“Wah, pacarmu sudah bangun rupanya.” ujar si pria Italia saat melihat saya terjaga.
“Ya, dan itu berarti waktumu untuk pergi.” jawab Jenny dengan dialek British yang amat sempurna.
“Oke, aku pergi.” jawab pria Italia itu sambil tersenyum.
“Hey, suatu saat aku ingin bertukar tempat denganmu!” seru pria itu sambil menatap ke arah saya dengan senyuman ramah.
“Kalau aku mau, nanti malam juga bisa!” canda Jenny sambil menepuk bahu pria itu, mengantarkannya keluar kamar.
Aku agak tertegun setengah marah mengetahui Jenny membiarkan orang lain masuk ruangan saat aku masih tertidur dalam kondisi telanjang bulat. Namun aku seperti tidak tega mengutarakan perasaan itu. Aku melihat Jenny membawa nampan berisi sarapan pagi ke dekat ranjang dan mempersilakanku makan. Aku menurut saja, karena memang permainan semalam membuatku kelaparan pagi ini. Jenny berdiri bersandar di dinding sambil melihatku makan.
Pagi itu ia tampak segar dan cantik. Rambutnya yang pendek seleher diikat ke belakang hingga tengkuknya yang jenjang terlihat begitu indah. Ia mengenakan kaos T-Shirt hijau tua dan celana pendek putih, memamerkan kaki-kakinya yang bagus itu. Ia melihatku makan dengan tatapan bahagia. Sejujurnya, aku amat terharu dengan sikap manisnya padaku.
“Von..” ujarnya lirih.
“Kenapa, Jen?”
“Maaf ya, semalam aku kurang ajar sama kamu.” sambungnya, “Maaf juga soalnya aku biarin temanku tadi masuk.”
“Nggak apa-apa Jen.” jawab saya berusaha maklum, “Semalam itu.. indah sekali.”
Jenny tersenyum. Senyum yang ramah, hangat, dan bersahabat. Namun.., hanya itu. Senyuman seorang sahabat, bukannya senyuman mesra seorang kekasih. Melihat senyumnya, saya merasa agak patah hati juga, karena sudah merasa jatuh cinta kepadanya. Saya terdiam, dan tanpa sadar air mata mengalir di pipi saya.
“Aku tahu apa yang ada di hati kamu, Von.” ujar Jenny membaca situasi.
“Tapi aku juga ngerti, kamu nggak mungkin bisa hidup bareng aku.” lanjutnya lagi.
Ia lalu melangkah menghampiri saya dan mengangkat nampan sarapan pagi dari pangkuan saya. Setelah meletakkan nampan itu di meja, ia kembali naik ke ranjang di sisi saya.
“Aku sayang sama kamu, kok!” ujarnya sambil mengecup kening saya, “Itu sebabnya aku nggak ingin kamu terlibat jauh di hidupku.”
Saya memeluknya erat-erat, tanpa tahu harus berkata apa pada seorang yang baru saja ‘memerawani’ saya ini.
“Kamu ngerti maksudku kan?” tanyanya lagi dengan penuh harap.
Semula saya merasa sedih. Saya benar-benar ingin melewatkan hidup saya bersamanya terus. Tidak pernah ada orang yang membuat saya merasa begitu aman, tenang, nyaman, dan membuat saya merasa begitu dicintai dan dikagumi. Hanya dia, Jenny, yang memberikan semuanya pada saya. Namun saya melihat sekeliling, lemari pakaiannya kebetulan terbuka, memamerkan gaun-gaunnya yang mahal dan berwarna warni, sederet sepatu yang menjadi impian tiap wanita, laptop dan ponsel yang menunjukkan tingkat kemapanan hidupnya, lalu.. ah.. pistol keperakan itu.
Bagaimana saya dapat hidup damai dan bermesraan dengan seorang yang berkeliaran di lorong-lorong gelap London dengan menenteng pistol kemana-mana? Yang bergaul dengan preman-preman dan penjahat? Yang dengan entengnya mengobrak-abrik kantor atau toko seseorang karena telat membayar tagihan? Semuanya berkecamuk dalam otak saya.
Namun, hey. Ivon sekarang sudah dewasa! Pikir saya. Sekarang saya lebih percaya diri, dan sadar bahwa hidup ini indah dan tidak menakutkan. Mungkin saya bisa setegar Jenny, atau lebih dari dia? Mungkin juga saya dapat menemukan peluang lain yang membuat hidup saya lebih berarti daripada sekedar karyawan admin di sebuah perusahaan kecil? Rasa cinta dan kagum bercampur dengan haru dan terimakasih berkecamuk di dada saya. Namun saya juga sadar, jika saya harus melanjutkan kehidupan saya tanpa Jenny.
“Hey, cool dong!” hiburnya, “Kita bisa ketemu lagi kapan-kapan kalau kamu mau. Saat liburan kayak gini kan bisa juga?”
Saya mencoba tersenyum nakal. Ia membalas senyuman saya dengan nakal juga. Iseng-iseng saya meraih dan meremas susunya yang kanan, sambil menjentik-jentik putingnya dari balik bajunya. Jenny menatap saya. Pelan-pelan matanya meredup, lalu setengah memejam. Saya melepaskan susunya dari tangan saya.
“Kok berhenti?” tanyanya sambil kembali membuka mata.
“Emang boleh?” tanya saya.
“Kenapa enggak?” tanya Jenny balik sambil melucuti pakaiannya sendiri.
Jenny segera telanjang bulat berdiri di samping ranjang. Indah sekali tubuhnya, kulitnya halus mulus dan putih bersih. Kakinya panjang indah, begitupula lehernya. Wajahnya amat cantik, berkesan cerdas namun dingin. Kedua buah susunya tidak besar, namun kencang dan indah. Puting-putingnya berwarna merah jambu kecoklatan, dan tampak agak terangsang oleh sentuhan saya tadi. Saya duduk di sisi ranjang, wajah saya tepat menghadap ke dua putingnya. Tanpa banyak basa-basi, saya mendekap pinggangnya, dan mengisap puting susunya. Mmm.., puting susu hangat itu terasa lucu dalam mulut saya. Saya jilati, saya hisap-hisap.

Terdengar rintih erangan Jenny setiap kali lidah saya menyentuh puting itu. Terasa sekali puting itu mengencang, membengkak dalam mulut saya. Kami berbagi kehangatan dengan sangat mesra pagi itu, dan kejadian itu sempat terulang beberapa kali lagi di hari-hari setelahnya, sampai kemudian saya mendapati apartemennya kosong dan teleponnya tidak diangkat. Ia benar-benar telah pergi jauh dari kehidupan saya. Mungkinkah ia telah mencapai cita-citanya? Mungkinkah ia sudah berada 2 meter di bawah tanah? Saya tidak tahu. Saya tetap akan mengenangnya, karena dia adalah yang pertama bagi saya.